curhatibu.com

Materi 11 - Bab Ilmu Tajwid

Pengantar Ilmu Tajwid

Cara pengucapan huruf hijaiyah secara fasih adalah tepat makhrojnya dan benar cara mengeluarkannya. Namun dalam pengucapannya tidak boleh berlebihan, terkhusus jika huruf tersebut sudah masuk ke dalam kata. Banyak pembaca yang terjatuh pada kesalahan takalluff dan ta'asuf (melebihkan atau mengurangkan kadarnya). 

Bagaimana Kaidah Umum terkait pengucapan huruf hijaiyah dalam sebuah kata atau kalimat (atau disebut dengan hukum hukum tajwid. Jadi hukum tajwid ini merupakan kaidah/batasan yang menjaga kita dalam mengucapkan huruf sesuai dengan yg dikehendaki; tepat, fasih saat dia berada suatu kata. 

Contoh huruf Nun, saat sukun diucapkan "en", akan tetapi jika dia telah berada pada sebuah kata atau kalimat, bisa mengalami perubahan suara, yang biasa kita sebut "Ahkamul Nun". 

Inilah kaidah tajwid yang akan kita pelajari, menurut Imam Ibnu Jazariyyah. 

Hukum Mengamalkan Ilmu Tajwid

Menurut Imam Ibnu Jazariyah, mengamalkan ilmu tajwid itu selalu WAJIB, dan siapa saja yang sengaja meninggalkan tajwid (sampai mengubah makna), maka ia berdosa. 

Mayoritas ulama, mengatakan, jika tidak mengubah makna, walaupun sengaja, maka hukumnya tidak berdosa, tapi jatuh ke makruh. Begitupun tidak mengubah makna, dan tidak sengaja - makruh, tidak sampai berdosa. Bahkan dalam suatu keadaan, seseorang yg membaca quran dan terjatuh pada kesalahan, bisa dimaafkan. 

Maka, Imam membagi pembaca Quran ada 3 : 

1. Muhsin - Majrur : orang yang bagus bacaan qurannya, dan dia mendapat pahala yang banyak. 
Ada 2 level : Mahir (levelnya bersama malaikat) dan Pemula (levelnya mendapat 2 pahala). Mahir dalam membaca quran itu ada 2 yaitu mahir mengucapkan sesuai kaidah tajwid, dan mahir yang kuat hafalan. Yang baik : banyak hafalan + bagus tajwidnya; ini adalah orang yang paling mahir. Namun jika kita belum bisa mencapai kemahiran yang sempurna, maka alangkah baiknya kita utamakan mahir membacanya, meskipun hafalannya sangat sedikit.  

2. Musi' - Aasim : Mereka yang sengaja membaca Al Quran sampai mengubah makna. Di antara golongan yang dianggap SENGAJA ini adalah orang orang yang TIDAK MAU BELAJAR, dan dia TIDAK PUNYA UDZUR untuk meninggalkan belajar. 

Siapa yang mendapat Udzur/keringanan?
- Orang yang baru masuk Islam/muallaf : biasanya dalam jangka waktu 1-2 bulan saja setelah dia masuk ke agama Islam
- Orang yang tinggal di pedalaman, sampai kesulitan mendapat ilmu. Mungkin saat ini sudah tidak ada. Tapi bisa jadi masih ada; hanya saja, mereka sebenarnya punya akses untuk keluar dari  pedalaman mendapat ilmu, mereka yang tidak mau keluar. Atau bahkan ada yang melarang Da'i masuk ke wilayahnya berdakwah. Ini tidak termasuk ke dalam yang mendapat udzur. 
- Orang yang benar benar jahil/tidak pnya akses ilmu, dan baru bertaubat di usia senja. Dia kesulitan belajar; bahkan sekedar untuk sholat saja harus pakai tongkat, boro boro belajar tajwid, orang seperti ini harusnya tinggal memperbanyak taubat dan ibadahnya saja. Bahkan cuma bisa sholat tanpa baca apa-apa, ya tidak apa; jika memang demikian mampunya. Orang usia senja itu prioritasnya banyak ibadah, sedang kita orang muda prioritasnya menuntut ilmu

3. Musi' - Ma'dzur : Mereka bacanya salah, tapi tidak dosa. Mereka diampuni kesalahannya, dan mendapat pahala atas kesungguhannya. Termasuk dalam golongan ini adalah orang yang masih dalam tahap belajar, dan bacaannya masih berantakan; dimaafkan (huruf yang benar, mendapat pahala; huruf yang salah, tidak mendapat dosa)

Bagi yang masih muda, upayakan masuk golongan pertama (muhsin, majrur) dengan level baik bacaan + baik hafalan. Mumpung masih muda, maka bersyukurlah karena telah mengenal al quran, telah punya hafalan, telah bisa membaca dengan baik. Jangan sampai menyesalnya nanti ketika sudah usia kepala 3, kepala 4; dan belum punya bekal apa-apa. Tapi tetap bersyukur bagi yang mengenalnya terlambat, karena masih Allah berikan kesempatan mencicip lezatnya quran, hafalan quran; meskipun sedikit; sebelum menghadap Allah nanti. 

Membaca Al Quran dengan Level Berbeda

Saat mengamalkan tajwid, kita boleh dengan sengaja menurunkan level bacaan kita sesuai situasi dan kondisi yang ada. Misal jika dalam majelis 'adaaa (pengambilan sanad), seseorang tidak boleh menurunkan level sedikitpun, termasuk juga guru tidak boleh menurunkan level koreksinya sedikitpun. Sedangkan jika kita sedang tilawah sendiri, atau dalam sholat; boleh menurunkan levelnya, yang penting tidak sampai terjatuh pada lahn. Dalilnya adalah amalan Abu Musa Al 'Asyariy, seorang qori' di jaman nabi, pernah membaca Quran sendirian. Ternyata ada Rasul yang mendengar. Lalu rasul menyampaikan, "Abu Musa ini suaranya seperti telah dianugerahi senandungnya Nabi Dawud."

Lalu dia berkata, "Ya Rasulullah, kenapa ngga bilang kalau sedang menyimak? Kalau tau, pasti aku akan lebih membaguskan lagi bacaanku dari pada yang tadi." Jadi, yang tadi dipuji itu bukan level tertinggi bacaannya. Jadi, kalau kita lagi baca sendiri, tadarus, dzikir harian, dll tidak perlu terlalu fokus pada kesempurnaan tajwidnya. Selama tetap menjaga tajwid; meskipun tidak seperti tatkala talaqqi.

Kenapa baca quran itu ada aturannya banget, sampai sepertinya bacaan kita ini seolah salah semua? Sebenarnya bukan salah semua, hanya tidak sempurna. Salah itu jika sampai mengubah makna. Maka ketika kita mendapati murid tidak sempurna dalam hal hukum-hukumnya, maka jangan langsung memvonis SALAH ,padahal hanya kurang sempurna. Pun jika memang benar-benar salah, tetap harus dipuji dulu, baru dikoreksi; apalagi yang diajar adalah orang-orang sepuh.

Kaidah Tajwid adalah Kaidah Bahasa Arab

Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Jadi, kita harus belajar bagaimana kita melafadzkan al quran dengan lahn Arab (lahn = dialek). Maka kita harus paham kaedah-kaedah tajwidnya sesuai dengan lisan Arobiy. Orang yang belajar bahasa Arab plus belakar tajwid, akan bisa lebih fasih dalam pengucapan sesuai orang arab.

Sesungguhnya, seluruh kaidah tajwid ini adalahnya kaidah bahasa arab.Selain 4 Hal, yaitu
1. Panjang mad, selain mad asli. Mad asli adalah secara otomatis terlafadzkan panjang. Sedang mad yang 4-5-6 harokat itu tidak ada kaidahnya dalam bahasa Arab, ia membaca cukup 2 harokat seperti mad asli. Maka, terkait harokat 4-5-6 harokat itu adanya hanya di Al Quran. Bisa saja ada di bahasa Arab, mad yang panjang lebih dari 2; tapi itu tidak ada aturannya, seperti saat kita adzan, mau sepanjang apapun dibaca madnya, tidak mengapa. Atau seperti saat memanggil orang, "yaa kholid", kata "yaa" bisa saja dipanjangkan karena ybs tidak juga mendengar.
2. Ghunnah. Tidak ada ghunnah dalam bahasa Arab, hanya ada di dalam quran.
3. Saktah. Tidak ada tahan nafas sejenak, dalam pengucapan bahasa Arab. Saktah hanya ada di Al Quran; sehingga kata Imam Ibnu Jazariy, "tidak boleh saktah kecuali ada riwayatnya". Maka tidak boleh, misal lagi membaca Al Fatihah, di akhir ayat kita berhenti tapi tidak bernafas. Ini termasuk lahn, meski tidak sampai mengubah makna. Jika memang mau berhenti/waqof ya waqof; atau mau washol ya washol.
4. Tahsinut Tilawah/senandung. Memperbagus tilawah/irama. Sedatar-datarnya orang baca Quran itu pasti ada iramanya. Sedangkan saat berucap dalam bahasa arab tidak perlu dengan senandung. Terkait senandung tilawah ini adalah senandung yang berasal dari fitrah, bukan dengan sengaja meniru (sengaja meniru itu termasuk takalluf/menyusahkan; misal sengaja meniru naik turunnya irama Syaikh Misyari Rasyid). Termasuk dalam urusan takalluf ini adalah nada-nada seperti rosm, nahawaat, ajam, qud, hijaz, dll; jika sengaja memasukkan quran ke dalam irama itu, ada 2 pendapat : haram secara mutlak (pendapat syaikh aiman suwaid), atau boleh selama tidak mengubah makna (pendapat ahmad isyal as sorowi)

Empat Poin Catatan Bagi Orang yang Mempelajari Maqomat
1. Belajar Tajwid dulu
2. Jika ada pertentangan tajwid dan maqomat, maka tinggalkan kaidah maqomat, amalkan kaidah tajwid. Misal ada yang nadanya harus panjang, meninggi; sedang di tajwid tidak bisa; tinggalkan maqomat.
3. Pastikan tatkala belajar maqomat tidak melalaikan ilmu yang lebih penting, seperti aqidah, fiqih, dll. Jika saat kita belajar maqomat, lalu meninggalkan ilmu aqidah, fiqih; maka Antum RUGI karena sekedar belajar senandung, dan lalai dengan ilmu yang bisa menyelamatkan di akhirat (aqidah, dll)
4. Jaga niat tatkala belajar Maqomat. Ini poin yang paling sulit. Rendah sekali jika cita-cita kita sekedar upload indahnya tilawah di youtube, instagram, menjadi selebgram, dll.

Bagaimana hukum suara perempuan? Mayoritas ulama menyatakan tidak aurot, tapi jika disengajakan untuk menarik perhatian, atau menimbulkan fitnah, maka berhati-hatilah. Bahaya sekali jika dipakai bernasyid, bisa menyebabkan lelaki yg menikmati lantunan itu membayangkan wajah si perempuan, atau berkhayal bernyanyi berdua dengan wanita tersebut. Termasuk juga jika suara itu dipakai tilawah, bisa saja membuat si lelaki membayangkan tilawah berdua dengan wanita tersebut. Maka wanita itu saat berbicara dengan lelaki harus tegas; dan saat baca quran pun jangan dengan mendayu/melengkuk-lengkuk, kecuali di depan mahrom/suami.

Ilmu Tajwid itu Datang Dari Allah
Imam Ibnu Jazariy memberikan alasan kuat mengapa belajar quran harus demikian, "Karena Al Quran itu dari sananya begitu cara bacanya". Yaitu bagaimana Allah menurunkan al quran melalui malaikatnya. Al Quran diturunkan bukanlah dalam bentuk kitab, melainkan dalam bentuk lafadz. Nah tatkala dilafadzkan, ya berarti itu ada cara membacanya (tajwidnya). Sesungguhnya Allah mencintai Al Quran ini dibaca sebagaimana pertama kali diturunkan (Ibnu Khuzaimah). Bahkan dari zaman Nabi sampai kepada kita, mereka membaca quran itu meriwayatkan quran dengan tajwidnya sekaligus; bukan sekedar menyerahkan kitabnya saja. Quran ada aturan cara membaca.

Bagaimana Quran sampai pada Kita?
Al Quran definisinya Kalamullah (langsung datang dari Allah, bukan makhluk), diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam, setiap lafadznya adalah mukjizat (yang memiliki kemampuan melawan orang yang menentangnya), dan selalu memberikan pahala pada setiap huruf yang dibacanya (baca quran itu : sedikit amalnya, tapi pahalanya banyak), sampai kepada kita secara mutawattir, tertulis pada mushaf, dan urutannya itu dari al fatihah sampai an nas (urutannya pun sudah diatur).

Di sini kita ambil pelajaran bahwa al quran turun melalui lisan/talaqqi, dan melalui tulisan/proses tadwin

Sejarah Tadwin Al Quran - Fase Penulisan
Mushaf jaman nabi : terpisah pisah di tulang, daun, kain, kertas
- Mushaf jaman khalifah : mulai terkumpulkan
- Mushaf jaman sekarang : yang sudah ada hiasan-hiasan segala macam

Fase pertama quran adalah PENULISAN. Sahabat menuliskan wahyu di hadapan nabi, tidak dikumpulkan. Siapapun yg mendengar Nabi menyampaikan wahyu, ia akan menulis ayat itu, pada sarana apapun yang ditemui (kain, kulit, dll); meskipun nabi pun mengutus Zaid bin Tsabit dan Ali Bin Thalib untuk menulis. Zaid selalu membaca tinta dan kulit setiap membersamai nabi. Setiap nabi memerintahkan Zaid menulis, setelah selesai, Nabi memeriksa tulisan zaid terlebih dahulu. Baru setelah OKE, bisa disampaikan keluar. Jika masih ada yang kurang, maka Nabi menyempurnakannya.
Dulu kan pertama kali turun Surat Al Alaq, tapi koq yang ditulis Al fatihah dulu? Utsman bin Affan meriwayatkan suatu ketika ada surat yang panjang turun kepada Nabi, nabi panggil para sahabat, lalu nabi bacakan ayat, memerintahkan menulisnya dan meletakkan di surat ke-sekian, ayat ke-sekian. Jadi, Al Quran turun 2 kali : dari lauh mahfud  ke langit dunia (1 paket 30 juz), dari langit dunia ke dada nabi (bertahap seperti puzzle, ngga urut, kadang awal dulu, atau tengah dulu, dst menyesuaikan kondisi nabi; dan Nabi sudah tau posisi ayat ayat tersebut)
Maka idealnya ketika sholat, kita harus membacanya urut. Jangan sampai di awal kita membaca surat an nas, lalu rokaat kedua al falaq; itu kebalik. Yang sangat dilarang lagi jika membaca ayatnya terbalik, dari ayat akhir ke ayat sebelum-sebelumnya. Jadi jika membacanya beda surat terbalik, hukumnya makruh; jika membacanya satu surat, tapi ayatnya yang akhir dulu baru ke awal (misal rokaat 1 al baqarah 256, rokaat 2 al baqarah 200) ini haram. Ini disampaikan dari Syaikh Mahmud (guru ust Abu Ezra), disebut tanqish (membalik ayat yang dibaca). Apalagi sengaja memundurkan ayat - dari ayat 9-8-7-6-stBerhati-hatilah. Termasuk juga urusan waqof - ibtida'.

Tinggalkan metode menghafal yang membolak-balik ayat; jangan sampai metode justru bertabrakan dengan kaidah.

Mengapa Nabi yang bisa al quran, padahal Nabi adalah seorang yang Ummiy?
1. Nabi memang ummiy, tapi nabi tidak jahil terhadap Al Quran. Nabi paling paham bagaimana membacanya, menuliskannya maupun pemahamannya. Dalilnya adalah surat Ad Dhuha, "wawajadaka dhollan fahada" - dari tidak tau, lalu Allah beri petunjuk
2. Ini merupakan bentuk mukjizat Allah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil orang kafir quraisy bahwa al Quran ditulis oleh Nabi; mengingat Nabi sendiri ummiy, bagaimana bisa mengarang sendiri Al Quran.

Sejarah Tadwin Al Quran - Fase Pengumpulan
Pada masa Abu Bakar, terjadi peperangan yang membuat para qori' syahid. Kekhawatiran Umar bin khattab dan sahaabat lain membuatnya mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkannya. Meski awalnya tidak mau, akhirnya bersedia. Maka ditunjuklah Zaid, sebagai ketua TIM. Zaid mengumpulkan ayat yang dihafal sahabat juga mengumpulkan teks tersebut. Jadi, yang menjadi Al Quran itu harus ada yang menghafalnya PLUS ada yang menuliskannya. JIka hilang salah satu, maka itu tidak termasuk ke Quran. dan ini cara Allah memansukhkan al quran (yaitu bisa dengan menghilangkan hafalan ayat Quran atau dengan menghilangkan tulisannya). Mengapa harus ada ayat yang dihapus ini? Tujuannya ada 2 : untuk menjelaskan suatu peristiwa, atau juga untuk menguji keimanan bahwa akan ada ayat yang dihapuskan oleh Allah. Jadi sebenarnya ayat quran ya sudah utuh 30 juz dari dulu; dan itu tidak termasuk ayat yang dihapus.

Sampai tiba ada 3 ayat dalam 2 surat yang masih bolong puzzlenya. Zaid dan Umar mencari-cari siapa yang punya TEKS nya. HIngga dapatlah dari 1 orang sahabat yang punya teks tersebut, dan dia hanya satu-satunya orang yang hafal, tidak ada orang lain yang hafal. Dan ternyata DITERIMA (padahal seharusnya tidak boleh diterima jika hanya 1 orang yang menghafal). Mengapa demikian? Karena nilai persaksian sahabat tersebut itu dihitung 2 orang, saking spesialnya.

Ada sebuah kisah, Rasulullah membeli kambing (atau kuda, dalam riwayat lain) kepada seorang muslim. Kata penjual itu kambingnya masih di kandang. Oke, sepakat. Tatkala dia mengambil kambing tersebut, di perjalanan, ada orang Yahudi menawar kambing itu dengan harga yang lebih tinggi. Ini jual beli yang bathil. "Kan tadi belum deal!", "Lho kan sudah..". Dan ditanya penjual itu, "Memangnya ada saksi yang men-deal-kan kesepakatan kita?", tidak ada. Tetiba ada sahabat yang datang lalu memberikan kesaksian, "Saya saksinya, Rasul benar, engkau salah!". Padahal sahabat itu tidak menyaksikan peristiwa yang terjadi. Sahabat itu, saat ditanya Rasulullah terkait alasan persaksiannya, menjawab, "Ya Rasulullah, buat apa aku ragu dengan masalah kambing, sedangkan aku telah yakin pada sesuatu yang lebih besar dari hal ini?" lalu nabi berkata, "Engkau memiliki 2 persaksian!"

Sahabat ini bernama Khuzaimah bin Tsabit. Ayat yang dibawa adalah pertengahan surat al ahzab dan 2 ayat akhir surat at taubah.

Nah, demikianlah Allah menjaga Al Quran, sudah full puzzlenya; pada zaman Abu Bakar Ash Siddiq, sudah sesuai dengan al quran yang turun di langit dunia.

Sejarah Tadwin Al Quran - Fase Penyeragaman
Setelah lengkap semua, muncullah masalah : Al Quran itu diturunkan dalam 7 versi, maka orang orang pada zaman itu bebas pilih baca yang mana. Ada yang belajar ke Ibnu Mas'ud, "Kassuufil manfuus" bukan "Kal 'ihnil manfuus". Beda, maka terjadi percecokan hanya karena beda lafadz. Hudzaifah lapor perihal itu kepada Utsman bin Affan. Lalu mengusulkan penyeragaman penulisan quran supaya bacanya pun seragam.

Maka Utsman mengumpulkan lagi qori yang masih hidup, dengan ketua panitianya Zaid bin Tsabit lagi. Lalu bagaimana?

- Dipilih mayoritas bacaan dari qori yang dikumpulkan
- Jika tidak ada mayoritasnya, maka dipilih bahasa yang paling fasih

Setelah selesai penyeragaman, Zaid meminta izin untuk tetap membedakan beberapa bacaan mushaf tertentu karena sudah begitu mahsyur bacaannya di kalangan masyarakat, misal orang orang Khuffah, ke Syam, ke Bahrain, ke Madinah.  Ini ada total 7 macam rosm. Kita bisa memilih di antara 7 rosm utsmani ini. Tapi yang utama adalah kita menyesuaikan dengan riwayat yang kita terima, misal kita bacanya dari riwayat Hafs, ya sudah kita pakainya yang riwayat Hafs.

Note : Jumlah ayat yang turun kepada Rasul itu lebih banyak daripada ayat yang di Lauh Mahfudz. Maka, kecocokan jumlah ayat ini adalah dengan adanya "Nasikh mansukh", Allah buat proses itu untuk mendapatkan puzzle yg utuh. 

Pada saat pengumpulan, maka sahabat akan membaca yang memang mereka hafal. Tidak banyak sahabat yang hafal 30 juz. Sahabat menggunakan surat surat yang dihafal saja ketika sholat, dzikir, dll

Setelah proses penyeragaman selesai, disalinlah banyak untuk disebarkan. Nah setelah itu akan ada proses lainnya : karena mushaf asli yang tersebar, sama sekali tidak ada tanda-tanda titik, harokat, tanda waqof, bahkan warna dll supaya mudah terbaca oleh semua orang.

Sejarah Tadwin Al Quran - Fase Perkembangan Tanda Baca



ROSM dan DHOBT?
Guys, ROSM beda dengan dhobt. Rosm itu adalah huruf aslinya, tidak boleh berubah, misal tidak ada alifnya tapi kita baca , ga boleh kita tambahkan alif. Rosm harus mengacu pada salah satu atau beberapa mushaf. Sedang dhobt itu tanda tanda baca yang ditambahkan, boleh berubah, misal fathah, harokat, dll bisa berbeda-beda tidak mengapa.

Ilmu rosm : ilmu penulisan al quran, dalam rangka meneliti dan menjaga batang tubuh quran, supaya al quran yang ditulis sekarang tetap bertahan sesuai tulisan rasm utsmani atau salah satu mushaf imam
Ilmu dhobt : ilmu yang mempelajari tanda baca quran, yang disusun ulama, dimana setiap negara/percetakan memiliki perbedaan. 

Dua Imam Madzab Besar dalam ilmu ROSM : 
1. Abu Amr ad daniy  : berkembang di daerah Maroko, dan sekitarnya
2. Imam Abu Dawud : berkembang di daerah Saudi, dsk

Mushaf DEPAG, secara rasm, telah mengalami beberapa perubahan, meskipun pada dasarnya lebih banyak mengacu kepada madzab ad daniy. Namun masih banyak kata kata yang mengacu madzab abu dawud. Bahkan ada satu dua kata yang tidak mengikuti 2 madzab ini, tapi mengikuti madzab kecil. Maka biasanya secara berkala diadakan rapat oleh ulama indonesia untuk mengkoreksi, dsb. Sebagaimana terjadi : ditemukan di tahun 2018, mushaf depag akan ditotalkan ikut madzab ad daniy, sehingga ditemukan 186 kata yang belum sesuai kaidah ad daniy, akan diubah.

Dhobt : perkembangan tanda baca Quran. Saat ini ada 3 standar : standar saudi (standar internasional), standar maghrib/maroko, standar indopak (india-pakistan / mushaf bombay --- ini digunakan depag). Bisa jadi masih ada standar lain, dan itu tidak mengapa. Tidak mengapa juga mencampur beberapa standar dalam satu mushaf. Karena terkait dhobt ini tujuannya untuk memudahkan orang membaca, sehingga tidak mengapa.

Bagaimana Perkembangan Dhobt?
Jaman dulu tidak ada syakl (tanda baca) seperti titik, harokat, ayat , waqof dll. Untuk memudahkan cara baca, dimunculkan tanda titik (maksudnya menunjukkan harokat : di bawah kasroh, di atas fathah, di depan dhommah, tanwin dua titiknya) - itupun tidak semua kata diberi titik; hanya yang berpotensi mengubah saja, yang dibuat oleh Abul Aswad Ad dualiy (dalam kekhalifahan Abul Malik Al Marwan), sebagian lain mengatakan Abul Aswad ad dualiy itu diperintah Al Hajjaj bin Yusuf As Syaqofiy. Alhajjaj (yang membunuh Az Zubair di Kabah) itu pemimpin jahat, tapi cinta Al Quran, dan saat tahajud menangis.

Awalnya, Abul Aswad tidak berkenan memberi titik, hingga dia melewati suatu halaqoh quran yang isinya orang arab, tapi baca qurannya saja masih ada yang salah. Sehingga dia pun berkenan memberikan tanda baca.

Kemudian berkembang dengan tanda garis-garis kecil (yang merupakan cikal bakal titik saat ini). Hingga berkembang sampai bentuk yang seperti kita baca saat ini.

Apa beda Khot? Khot itu font. Font jaman dulu pake Khot Kufiiy. Sekarang pake Font Naskh.

Huruf Fa sama dengan Qof. Hanya berbeda dengan cara meletakkan titik. Orang maroko titik satunya di atas untuk qof, dan titik di bawah 1 itu namanya Fa. Standar lain : Ada yang dua-duanya di atas untuk qof, kalau Fa titik di atas cuma 1. Ini beda standar dhobt.

Beberapa huruf yang hampir sama : syin dan sin, dibedakan dengan titik. Lalu perkembangan huruf Kaf. Penulisan hamzah (kadang pakai alif, wawu, ya')


Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)