curhatibu.com

Jawaban Seputar Manhaj

Disclaimer :Tulisan ini hanyalah resume isi kajian, saya posting di sini supaya tidak hilang faedah yg telah saya dapat. Mohon tidak menggunakan tulisan ini sebagai rujukan karena dikhawatirkan ada kesalahan saya dalam memahami Al ustadz. Silakan menyimak penjelasan Ustadz Abdurrahman Toyyib, Lc, di saluran YouTube YufidTv dg judul kajian 'Jawaban Seputar Manhaj', dipublikasikan mulai bulan November 2017.

______&&______

*Faedah kajian Tanya Jawab Seputar Manhaj* :

1. Pertanyaan 1 (tentang apakah mengikuti daurah/training yg bertepatan waktu dg Majelis Ilmu Ulama Kibar, atau memprioritaskan ikut kajian ulama kibar?)
_jawaban_ bahwa lebih prioritas ikut majelis ilmu ulama kibar, atau dg solusi panitia Dauroh menggabungkan jadwal Dauroh hari tersebut diarahkan kepada duduk di majelis ulama.

_Faedah_ :
- Manhaj salaf sangat memperhatikan "darimana" mengambil ilmu. Karena sangat menentukan Bagaimana agama kita. Maka mengambil ilmu dari seorang Ulama besar lebih utama dibandingkan selainnya.
- Rasul telah mengingatkan bahwa ilmu diambil sedikit sedikit, tidak secara langsung, yaitu dg diwafatkan nya para ulama. Maka manhaj ini sangat menekankan untuk kita mengambil setiap kesempatan mengambil faedah ilmu dari para ulama, sebelum mereka Allah wafatkan.
- Dauroh atau training biasanya diadakan di kelas/ruangan tertentu. Sedangkan majelis ulama biasanya diadakan di masjid. Maka, mengikuti atau mengadakan majelis ilmu di masjid memiliki banyak sekali keutamaan, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits2 Rasulullah.

2. Pertanyaan 2 (Adakah Nasyid Islami?)
_jawaban_ tidak ada.

Faedah :
- Rasulullah mensyaratkan bolehnya menabuh rebana yaitu : dilakukan oleh anak-anak; bukan orang dewasa, dilakukan pada hari raya/hari walimah. Namun, yang terjadi sekarang : nasyid didendangkan oleh orang dewasa, dilakukan bahkan setiap hari, bahkan menjadi profesi, menyibukkan diri membuat lagu/latihan, kaset nasyidnya diperjualbelikan, dilakukan di hadapan orang bukan mahram-menimbulkan fitnah, dilakukan dengan iringan alat musik.

- Saat ini begitu banyak hal yang dilarang, namun menjadi "indah" karena diberi sematan nama "islami"/nama indah lainnya di sana. Misalnya Riba diberi nama Bunga. Termasuk juga Nasyid Islami, musik islami, islamic dance, dll. Semua disematkan nama Islami dg alasan untuk mudah diterima. Apakah demikian?

Ada da'i yang mengadakan konser musik islami, target sasarannya adalah para pecinta musik supaya bisa taubat dan dekat dg Allah. Apakah dibenarkan?
_jawaban_ Manhaj salaf tidak membenarkan hal demikian. Target dakwah salaf bukan "keberhasilan mad'u yang bertaubat", atau jumlah orang yang berhasil taubat dg perantara nya. Namun, yang menjadi perhatian/ukuran keberhasilan adalah "apakah cara dakwah yang digunakan sesuai dg apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya, atau tidak?". Maka tidak dibenarkan : berdakwah dg musik, film (pasti ada khalwat,musik,ikhtilat, membuka aurat,dll), atau cara lain yang melanggar aturan Allah; sekalipun hasilnya bagus (banyak orang tergerak hatinya untuk ikut berubah).

Apa dalilnya? Rasul pernah diperlihatkan Allah, keadaan Nabi di Yaumil akhir. Ada yang punya pengikut banyak, namun ada juga yang tidak punya pengikut. Namun, apakah nabi yang tidak punya pengikut dikatakan gagal? Tentu tidak. Karena yang menjadi ukuran adalah cara nabi tersebut berdakwah, bukan hasil yang didapat.

- Bagaimana dengan hiburan (berupa sandiwara Islam atau nasyid islami) di sebuah daurah/training/tabligh Akbar? Perlukah?
_jawaban_ tidak perlu. Hal demikian justru mengganggu tujuan utama diadakan daurah. Tidak perlu diadakan hiburan demikian. Malah akan lebih manfaat jika diisi dengan tambahan ilmu lain, atau membaca faedah tertentu, atau diisi dengan tambahan ilmu/Tausiyah, justru akan manfaat.

3. Pertanyaan 3 : Seberapa pentingkah mempelajari Fiqhul Waaqi'
_jawaban_ alangkah lebih utama kita mempelajari Fiqih syariat ketimbang mempelajari Fiqih Waaqi' atau yang bisa dikatakan sebagai fiqih koran. Karena segala apa yang akan dan harus kita lakukan di jaman ini telah ada petunjuknya dari Rasulullah. Sebagian belajar Fiqhul Waaqi' terlalu menyibukkan diri dg pembahasan politik A, B, C yang sangat menyita waktu. Bahkan ibnu Taimiyyah menyampaikan bahkan cara berpolitik saat ini adalah dengan cara meninggalkan politik. Bukan, bukan kita meninggalkan sama sekali. Lalu dituduh membiarkan negeri dikuasai orang kafir. Bukan. Namun, Islam pun telah mengatur bagaimana semestinya kita, dalam berpolitik. Intinya : sibukkan diri dg belajar ilmu syariat. Masih ada banyak PR, kitab, ilmu, pelajaran, faedah yang bisa kita ambil dan jadikan pedoman hidup dunia akhirat, ketimbang menyibukkan diri belajar Fiqhul Waaqi' yang lebih membahas urusan berita, politik, kabar kabar, dll.

4. Pertanyaan ke-4 : Bolehkah bergabung dg kelompok Islam?

_jawaban_ perlu penjelasan terlebih dahulu, kelompok Islam di sini seperti apa. Karena kita tidaklah menghukumi sesuatu berdasarkan nama, melainkan berdasarkan hakekatnya. Ada kelompok mengatasnamakan salafiyyin, namun di dalamnya sangat bertumbuh subur kebid'ahan dan sangat membenci jika ada da'i memperingatkan tentang bid'ah. Ada juga yang mengaku Ahlus sunnah Waljamaah, namun Walaa dan baraa' nya hanya kepada kelompoknya. Jika bukan kelompoknya, dianggap bukan Aswaja. Ada juga kelompok yang hanya berkutat di urusan politik,. Dan menomorduakan dakwah tauhid yang paling utama. Ada kelompok yang mereka hanya mengambil apa yang ada dari Qur'an dan hadits, namun dengan pemahaman mereka sendiri, tanpa disertai dg pemahaman sahabat, dan ulama.

Kita ingat rasul mengatakan bahwa Islam ini terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya 1 yang masuk surga (tanpa hisab). Maka, semestinya kita ikuti kelompok/golongan yang satu itu. Siapa? Yaitu yang berpegang teguh dg Qur'an dan Sunnah dg pemahaman yang benar (yaitu pemahaman Sahabat, tabi'in, tabiut tabiin, dan para Ulama).

Tak masalah, apakah ia berada dalam suatu organisasi tertentu, yayasan tertentu, dll; asalkan manhaj nya shahih.

- Pertanyaan ke-5 (Apakah bergabung dg kelompok tersebut bisa dikatakan sebagai ahlul bid'ah?)

_jawaban_ kita perlu melihat kelompok seperti apa itu. Jika kelompok tersebut menyimpang dari ajaran Qur'an dan Sunnah yg Shahih, maka tentu bergabung dengan nya tidak boleh. Termasuk jika kelompok tersebut menisbahkan walaa dan baraa' nya kepada pendiri kelompok, kesetiaan pada kelompok/tokoh/pimpinan, dan bukanlah menyandarkan loyalitas-berlepasdiri berdasar apa yg di Qur'an dan hadits, namun justru pada kelompok tersebut; maka tentu yang demikian bisa menjadikan kita masuk ke dalam kelompok ahlul bid'ah.

Salah satu ciri mereka juga : jika Allah disekutukan, maka diam saja. Jika rasul tidak ditaati, mereka diam saja. Tapi jika tokoh mereka direndahkan, maka mereka begitu marah dan geram.

*Maka* dakwah salafiyyin hanya fanatik, atau loyal atas apa yang ada pada Qur'an dan Sunnah dg pemahaman ulama salaf; dan bukan fanatik pada kelompok/jama'ah/tokoh tertentu. Kita mengikuti dan menghormati para ulama, namun tidak fanatik kepada mereka. Meskipun banyak sekali tuduhan bahwa kita ikut imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, dll.

- Pertanyaan ke-6 (apa hukum kelompok kelompok tersebut?)

_jawaban_ kelompok yang menyimpang dari jalan Ahlus sunnah Waljamaah *yang benar* -karena banyak yang mengaku Aswaja, namun ajarannya begitu banyak penyimpangan dari aswaja-, maka, ia berada dalam kesesatan.

Karena demikianlah yg disabdakan Rasulullah tentang 73 golongan. Dan hanya 1 golongan yg selamat tanpa hisab, yaitu yang ia bersama jalan rasul dan para sahabat.

- Pertanyaan ke-7 (Bolehkah bergabung dg kelompok menyimpang tersebut?)

_jawaban_ jika bergabungnya dg tujuan mendakwahi mereka (dan tentunya hanya bisa dilakukan oleh orang yg berilmu), maka tidak mengapa. Dalam mendakwahi pun bukan datang kepada kelompok mereka dan berdakwah di hadapan kelompok mereka; karena tentunya ini termasuk hal yg mustahil, berbicara di hadapan suatu kelompok yang sudah punya manhaj tersendiri yg sangat dijunjung tinggi. Apalagi jika dalam bentuk ormas, tentu lebih susah lagi. Jadi, mendakwahi pun person to person.

Demikian, boleh jika untuk berdakwah. Namun, jika sekedar bermesraan, reuni, tanpa alasan yg jelas (yaitu dakwah), maka ini tidak diperbolehkan.

- Pertanyaan ke-8 ( Apakah boleh kita memperingatkan umat atas kelompok yang sesat tersebut?)

_jawaban_ Ukhuwah Islamiyah tidak akan jalan tanpa adanya Amar ma'ruf nahi munkar. Maka adalah konsep yang salah ketika disebutkan "kita tolong menolong atas yang hal yg kita sepakati, dan kita toleransi (a.k.a tutup mata) atas apa yang kita saling berbeda.

Konsep ini membuat kita kemudian merasa enggan untuk memperingati umat akan bid'ah, syirik, kekafiran, dll karena merasa harus saling menghormati jika berbeda. Atau dengan alasan : "ada hal di luar sana yang sedang mengancam umat Islam, yaitu Yahudi. Maka jika kita berdebat saja di dalam tubuh umat, kapan kita akan melawan Yahudi???". Sungguh ini pemikiran yang salah. Umat Islam tidak akan menang jika tidak diadakan perbaikan di dalam tubuh umat terlebih dahulu. Bagaimana umat ini bisa menang, sedang kita masih toleransi terhadap pemuja kubur, pengagung kebid'ahan, kesyirikan, dan tidak mengingatkan mereka dg alasan supaya umat tidak terpecah belah.

Mengingatkan umat dari bahaya bahaya penyimpangan tersebut merupakan Fiqih dakwah salaf. Jadi tidak ada fiqih dakwah yang mengatakan "udahlah, tidak usah bahas masalah syirik, Masalah bid'ah, nanti terpecah belah; kita bahas masalah Akhlaq saja...." Tidak ada. Fiqih dakwah siapakah itu?

Tanya jawab tentang Manhaj

Pertanyaan :
Bolehkah menamakan diri salafi? Apakah termasuk ke dalam fanatik golongan atau hizbiyyah?
Jawaban :
Jika menamakan diri sebagai salafi, sedang ia benar benar mengikuti jejak salafush Sholih terutama dalam masalah Aqidah dan manhaj, maka hal tersebut tak mengapa. Tidak mengapa menampakkan diri dengan manhaj salaf, dan menisbahkan diri pada as salaf. Tidak tercela. Tidak mengapa. Salafi - nisbat kepada as salaf. Siapa as salaf? Sahabat, tabiin, dan tabiut tabi'in . Berbangga dengannya bukan lah aib. Bahkan merupakan hal yang wajib diterima dg kesepakatan. Karena metode salaf itu pasti benar. Bagaimana tidak; Allah sendiri dan RasulNya mewajibkan mengikuti manhaj salaf. Setiap sahabt adalah orang yang selalu kembali kepada jalan Allah. Banyak ayat di Qur'an terkait hal ini, seperti at Taubah ayat 100.

Mengikuti madzhab atau manhaj salaf itu hukum nya bukan Sunnah, namun fardhu ain. Setiap orang wajib bermadzab salaf. Maka kita wajib berbangga diri dan yakini ajarannya pasti benar. Namun, orang per orang yang bermadzab ini tidaklah ma'shum dari kesalahan. Ini harus dibedakan antara ajarannya, atau pelakunya yang mengaku salaf.

Adapun kelompok ahli bid'ah atau harokah yang mengatakan kita paling benar; maka kita jawab, "kita memang tidak selalu benar, namun madzab salaf ini pasti selalu benar. Demikian yang disampaikan Rasulullah."

Ibarat seorang pelaku maksiat, tatkala mendengar ceramah, "khamar itu haram!". Lalu pelaku maksiat itu berkata, "ah sok suci!". Apakah dengan perkataan tersebut lalu kita tidak boleh mengatakan bahwa khamar itu haram?

Inilah.. madzab salaf itu pasti benar, dan selain itu adalah bathil.

Perhatikan para pembaca, ucapan syaikhul Islam (8abad yang lalu), seolah ucapan Syaikh membantah perkataan orang yang menganggap diri sebagai ahli ilmu; lalu da'i itu mengatakan, "siapa yang mewajibkan kepada manusia dg kewajiban yang 'ain, untuk dia menjadi Ikhwaniyah, salafi, atau jama'ah tabligh atau Sururi; maka dia wajib dimintai taubat. Jika tidak, maka harus dibunuh". Ini ucapan yang sesat karena melarang orang menisbatkan diri kepada salaf. Kemudian beberapa saat kemudian, da'i tersebut bernama 'Aid Al Qorni, memberikan klarifikasi yang menyesatkan, (aid Al Qorni sering sekali memberikan klarifikasi atas pernyataan2 nya.) Aid Al Qorni menyamakan Ikhwan, salaf dan Tabligh. Padahal sangat jauh sekali bedanya.

Pernah juga kita mendengar da'i kondang di Saudi Arabia, bulan ramadhan lalu mengatakan, "Syiah, batiniah, ismailiyah, dan Ahlus sunnah itu sama dari segi aqidah".

Wajib bermadzab salaf dalam hal Aqidah, manhaj, ibadah, dll. Tidak wajib mengatakan bahwa "saya bermadzab salaf". Juga tidak boleh mencela orang yang menisbatkan diri pada salaf, selama yang memang itu sebenarnya.

Apakah menisbatkan diri sebagai salafi termasuk merekomendasikan diri sendiri? Jika betul betul demikian hakekat dirinya, maka tidak mengapa. Ini yang dikatakan para salaf dahulu. Istilah salaf sudah ada di jaman dulu. Bukan hal hal yang baru.

Pertanyaan : ada sebagian orang mengira bahwa dakwah tidak boleh dilakukan oleh ulama secara mutlak. Yang lain tidak boleh berdakwah meski pun tau ilmunya.
Jawaban : ini bukan anggapan yang salah, namun adalah sesuatu yang benar. Dakwah tidak boleh dilaksanakan oleh orang yang bukan ulama, oleh orang yang tidak punya ilmu.

Ada sebagian kelompok sesat yang mengatakan bahwa dakwah itu boleh tanpa ilmu.

Jelas Allah mengatakan bahwa ajaklah orang di atas bashiroh/ilmu. Berdakwah harus dengan ilmu. Ini adalah jalan Rasul dan orang yang mengikuti rasul. Dakwah di atas Al Ilmu.

Dakwah harus 'alal 'ilmin. Ilmu itu sebelum berkata, dan sebelum beramal. "Pelajarilah, tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah,...."

Harus punya ilmu : apa yang disampaikan, bagaimana kondisi mad'u. Dakwah harus disampaikan oleh ulama(yang punya ilmu ilmu tersebut). Namun, di sana ada perkara yang sudah jelas bagi kaum muslim, yaitu melaksanakan amar makruf nahi Munkar sesuai tempatnya. Harus bisa membedakan status orang menjadi juru dakwah (da'i) atau status orang berdakwah sesuai kemampuan (seperti dokter yang mengajarkan doa kepada orang yang sakit, sebagai pedagang menampakkan kejujurannya itu juga berdakwah, dst). Maka tidak boleh menisbatkan diri sebagai juru dakwah.

Jadi bukan tidak boleh amar makruf secara mutlak, namun harus sesuai kemampuan kita. Contoh : orang awam pun wajib melaksanakan dakwah pada keluarganya misal mengingatkan untuk sholat. Namun jangan sampai dia naik mimbar ceramah ke mana mana.

Rasul mengatakan, "setiap kalian adalah pemimpin, dan semuanya akan dimintakan pertanggungjawaban".

Siapa yang lihat kemungkaran, ubah dg tangan, atau lisan atau hatinya. Maksudnya : contoh orang awam dianjurkan memerintahkan keluarga sholat, manajer memerintahkan/dakwahi pegawainya untuk sholat tepat waktunya. Boleh, silakan. Namun sekali lagi; tidak boleh ia naik mimbar.

Jangan seperti sebagian kelompok yang saat ada orang baru saja taubat, langsung disuruh dakwah ke mana mana; padahal belum ada ilmu sama sekali. Harusnya dia mencari ilmu dulu.

Jadi bedakan :
1. Kewajiban dakwah sesuai kemampuan
2. Menjadi juru dakwah.

Adapun berfatwa : menjelaskan halal-haram, bidah-sunnah, dst hanya akan dapat dijelaskan oleh ulama yang benar benar belajar ilmu dg benar. Seperti dokter; tidak mungkin ada pasien datang jika dokter itu baru belajar sebulan dua bulan.

Pertanyaan : sekarang banyak kelompok kelompok dakwah, dan banyak dai dai. Akan tetapi yang menerima dakwah itu sedikit. Apa rahasia di balik ini semua?

Jawaban :
1. Kita, Ahlus sunnah Waljamaah, lebih mementingkan kualitas, bukan kuantitas. Yang penting adalah isinya, bukan bungkus nya. Apalah arti banyak, namun tanpa kualitas. Begitu juga dalam kita berdakwah, yang penting adalah menyampaikan kebenaran sesuai cara rasul. Adapun orang menerima atau tidak, hidayah itu di tangan Allah. Jangan kemudian karena tidak ada yang menerima, lalu banting setir mengarang metode baru dalam berdakwah. Maka metode rasul adalah menyampaikan Al Haq dengan cara yang Haq. Diikuti atau tidak, bukan urusan kita. Keberhasilan dalam dakwah itu bukan dari banyaknya pengikut. Rasulullah pernah ditampakkan keadaan para nabi; ada yang banyak pengikut, ada yang tidak punya pengikut.

Apalagi artinya, banyak pengikut, namun dalam dakwahnya hanya bercandaan, tertawa tawa, bahkan keluar kalimat kalimat yang melecehkan Allah dan Rasul dalam candaan nya.

Dakwah yang "lemah lembut" - dalam arti ; tidak mau menyampaikan / menyembunyikan. yang Haq - demi mendapat kuantitas, akan membuat mad'u merasa janggal atau aneh bahkan marah jika ada ustadz yang menyampaikan kebenaran, menyatakan suatu kesalahan atas amalan, atau mentahdzir seorang tokoh da'i yang ada kesalahan dalam dakwah nya. Dianggap hal tersebut sebagai sesuatu yang keras, sesuatu yang memecah belah, sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Padahal mengingatkan itu adalah untuk membela hak Allah.

Seorang tokoh dalam kitab tafsirnya mengatakan, tentang surat Al ikhlas. Qul Huwallahu Ahad : "ini adalah ahadiyatul wujud/wihdatul wujud. Karena itu tidak ada hakekat kecuali hakekatnya. " Ini merupakan keyakinan/ucapan yang kufur. Allah dilecehkan. Juga mengatakan bahwa Al Qur'an itu makhluk, mengkafirkan masyarakat Islam, dll.

Ketika Allah dilecehkan, kita biasa saja. Tapi ketika tokoh kita diperingatkan / ditegur oleh ulama lain, karena ada kesalahan, kita begitu marah. Ini adalah akibat metode dakwah yang salah. Umat tidak dipahamkan tentang masalah paling dasar, masalah Aqidah, yang merupakan hak Allah.

Kita tidak menginginkan banyak banyak kelompok. Tapi kita menginginkan atau kelompok yang benar aqidahnya, yang berdakwah di atas ilmu,.

Salah mengatakan, "tidak apa banyak kelompok, seperti saat kita di pasar, saling menguatkan. ". Salah. Bagaimana mungkin kelompok yang berdiri di atas kebatilan itu menguatkan kelompok yang berdiri di atas kebenaran. Di mana Amar ma'ruf nahi munkar jika demikian.

Dalam Islam, tidak semua yang "kasar/keras" itu keliru. Misal rasul mengatakan, "Al khowariju kilaabu ahlin naar" terjemahan yang paling halus pun bunyinya : Al khowarij itu anjing penghuni neraka. Bukan kah terdengar sangat kasar? Namun inilah.. kasar atau keras, jika pada tempatnya, maka tidak mengapa. Tidak akan tegak agama kecuali dg dua hal : Al ilmu/bayan dan pedang.

Adapun banyaknya kelompok dakwah dg aneka metode dakwahnya itu justru yang membuat umat terpecah belah. Yang satu kiri, yang satu kanan. Bagaimana bisa bersatu. Jangan sampai seperti orang Yahudi, "nampaknya bersatu, namun sesungguhnya berpecah belah". Jika setiap kelompok pemahaman Aqidah nya sudah bermacam macam, bagaimana mungkin bisa bersatu, sekalipun nampaknya duduk bersama. Kesimpulannya banyaknya kelompok dakwah justru membuat umat semakin keropos. Diingatkan, bahwa jangan kalian berselisih, karena akan hilang kekuatan. Ini sering salah dipahami : berselisih dipahami sebagai "jangan saling mencela kelompok lain". Padahal bukan itu. Yang benar : jangan berselisih dari Aqidah dan manhaj yang Haq. Amar Makruf nahi munkar harus ada. Jangan sampai mengatakan "jangan berselisih gara gara saling Amar Makruf nahi munkar".

Allah mengatakan berpeganglah pada tali Allah (yaitu dg agama Allah). Kita hanya menginginkan satu jamaah yang bersatu di atas tauhid/Aqidah yg shohih dan manhaj salafush Sholeh; sekalipun tidak berada dalam satu tempat/negara, sekalipun terpisah lautan.

Tidak akan kembali pada kejayaan umat kecuali mengikuti apa yang dilakukan generasi terbaik (salafush Sholeh).

Umat akan bersatu jika satu aqidah, satu manhaj, satu pemahaman yang shohih. Namun jika kelompok satu fokus di ekonomi, yg lain di politik, dst; sedang mereka tidak memprioritaskan tauhid; yang terjadi adalah perpecahan.

Kesimpulan : kita lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Namun jika berhasil menggapai keduanya, maka sungguh itu kebaikan yang baik. Tidak boleh mengejar kuantitas lalu meninggalkan cara yang salah, menghasilkan kualitas yang kosong

2. Di antara cara menggapai kuantitas adalah seorang da'i harus mengikhlaskan diri dalam berdakwah. Tidak menginginkan dunia dari dakwahnya. Umat masih sangat butuh banyak ilmu. Jangan dipersulit. Da'i yang ikhlas dari hatinya, akan memiliki pengaruh yang kuat di hati para mad'u nya.

Imam Nawawi bermadzab Syafi'i dalam masalah fiqih. Namun kitab beliau (Riyadush Sholihin atau Arbain), menyebar dan dipakai di banyak negara yang bermadzab Maliki, atau Hanafi, dll. Kata ulama, hal ini insyaAllah karena keikhlasan imam Nawawi dalam menuliskan kitab nya. Wallahualam.

Selain itu, dalam berdakwah harus di atas manhaj dakwah  yang Haq. Lalu berdakwah di atas ilmu.

Namun jika berdakwah bukan karena Allah, tapi untuk menobatkan dirinya menjadi sosok yang harus diikuti, atau menobatkan kelompok nya atau golongan nya untuk diikuti; maka itu tidak akan bermanfaat sama sekali. Itu bukan dakwah kepada Islam sama sekali.

Selain itu, dai yang menyeru kepada Qur'an dan sunnah, dan dia mengamalkan apa yang diseru itu. Maka pengaruh nya akan besar. Sebaliknya  jika ada da'i yang tidak mengamalkan apa yang di dakwah kan itu, sungguh bagaimana mungkin akan diterima dakwahnya tersebut. Allah maha mengetahui apa yang diperbuat manusia. Da'i yang bermaksiat kala sendirian, namun berbaik saat di lihat orang : Allah tidak akan menjadikan dakwahnya berbarokah, berpengaruh.

Maka, tetap : kembali kepada metode dakwah kita, jangan sampai mengaku menyeru umat kepada Haq, namun tidak mau menyampaikan suatu kebenaran tentang kesesatan suatu perbuatan, kebodohan atas suatu perkara, tentang kesyirikan, kebidahan, dll. Bahkan jika ada da'i yang  suka menyampaikan kekeliruan kelompok sesat dianggap tidak beradab. Padahal ini adalah hak umat supaya mengetahui mana kelompok yang Haq dan mana yang menyesatkan. Kecintaan kita pada umat supaya mereka tidak terjerumus, membuat kita harus mengingatkan mereka tentang Haq dan bathil.

Ibarat kita melihat saudara kita mau masuk lubang bahaya, lalu kita mengingat kan untuk jangan lewat situ; namun justru kita yang mengingatkan dianggap memecah belah.

Sunnatullah : setiap yang menyampaikan kebenaran pasti punya banyak musuh. Setiap yang membahas syirik, bidah, kesesatan suatu kelompok, dll akan terus dicaci maki dengan tuduhan tuduhan yang keji. Seperyi dicontohkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, di Arab dulu sangat banyak fenomena kesyirikan, berdoa kepada pohon pohon, dll; beliau berdakwah sedikit demi sedikit, menerima penentangan luar biasa. Insyaallah dg keikhlasan, keilmuan dakwahnya, meski bagi sebagian orang kasar, sekarang bisa kita rasakan hasilnya : negeri Arab Saudi saat ini penuh berkah, aman, dll. Butuh perjuangan mati matian mendakwahkan tauhid di dalam umat yang penuh kesyirikan.

Adapun sekarang, banyak kelompok dakwah, namun sedikit pengaruh mereka.

Maka yang penting sekarang adalah sampaikan dakwah tauhid, dakwah sunnah, dg metode yang benar. Bukan dg memperbanyak kelompok dan metode dakwah.

Pertanyaan ke2 : apakah metode dakwah itu harus berdasar dalil atau boleh mengarang sendiri - dg ijtihad?

Jawaban : manhaj/metode dakwah harus mengikuti contoh Rasul, sesuai Qur'an dan Sunnah dan sejarah rasul. Tidak boleh mengarang sendiri metode berdakwah dari akal akal kita. Kita sebagai mad'u harus selektif memilih guru. Metode apa yang dipakai. Apakah sesuai dg yang dicontohkan Rasulullah? Jika urusan buang air kecil saja sudah ada aturan, bagaimana mungkin urusan Besar seperti dakwah ini belum ada aturannya?

Salah satu dakwah yang paten harus kita tiru untuk diprioritaskan adalah dakwah tauhid uluhiyah. Jangan sampai ada yang mengarang metode baru : takut umat kabur jika kita menyentuh tauhid dan syirik, maka kita mulai dari ekonomi dulu yok, atau dari politik dulu lah..dst.

Namun... Harus dibedakan juga antara Metode dan Alat dalam dakwah. Contoh metode : memulai dari tauhid. Contoh alat : menggunakan medsos, FB, video, pengeras suara, radio, koran. Ini alat alat yang boleh digunakan berdakwah, ini bukan metode dakwah.

Adapun tentang Manhaj/metode dakwah sudah disampaikan Allah, seperti : serulah manusia dg hikmah (yang bathil dikatakan bathil, yang Haq dikatakan Haq. Bukan berarti bil hikmah itu diartikan tidak boleh mengingatkan orang  kepada yang Haq karena takut menyinggung).

Bentuk manhaj lagi : dilakukan di atas ilmu. Berdakwah harus punya ilmu. Tidak boleh dakwah diatas kebodohan. Juga bagaimana cara Rasulullah saat di Mekah dan Madinah.

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)