curhatibu.com

Hakikat Tujuan Dakwah [Disampaikan oleh Ust Maududi Abdullah]



Pembahasan ini adalah yang sangat penting, karena perkara ini adalah perkara yang sangat mulia : yaitu tentang Dakwah, sebuah tugas yang dibebankan Allah kepada manusia pilihan Allah – yaitu Para Nabi dan Rasul. Dakwah adalah jalan paling mulia di permukaan bumi ini. Siapa lagi yang lebih baik perkataannya ketimbang orang yang mengajak manusia kembali kepada Allah, berharap kepada Allah, meminta pertolongan Allah, dst. Cukup kemuliaan pada jalan dakwah ini, bahwa ia adalah jalan para Nabi dan Rasul. Seluruh Nabi dan Rasul dikirim kepada manusia untuk berdakwah [menyampaikan risalah yang mereka terima dari Allah]. Maka orang yang berjalan di atas jalan ini, sungguh ia berjalan di atas jalannya para rasul, pewaris para Rasul.

Semua orang yang berilmu, yang di dalam dirinya tertanam keikhlasan, dia pasti ingin menjadikan sebagian waktunya untuk berdakwah; menjadikan ungkapan lisannya untuk berdakwa h – sebatas apa yang dimiliki. Dan ini menjadi hal yang sangat baik – SEANDAINYA dijalankan dengan hal yang baik juga. Karena keikhlasan SAJA tidaklah cukup. Maka, DAKWAH adalah kebaikan – jika dikerjakan dengan cara kebaikan, maka ia ada di atas kebaikan. Jika salah satunya hilang (niat atau cara) maka akan menjadikan justru kemudharatan bagi dakwah itu sendiri.

Allah berfirman dalam Surat Al A’raf 164, Berkata sebahagian umat dari manusia kepada orang orang yang berdakwah kepada manusia – kepada orang dzalim, kuffar, ‘mengapa kalian masih memberi peringatan kepada kaum yang sudah jelas Allah hancurkan, atau jelas akan mendapat adzab pedih dari Allah’..maka berkata orang yang berjalan di atas jalan dakwah, “Untuk mendapatkan udzur di sisi Rabb kalian, dan mudah-mudahan mereka bertaqwa. “

Imam As Sa’di membawakan tafsir ayat ini, inilah tujuan yang paling utama di dalam mengingkari kemunkaran, yang pertama : agar dakwah tersebut sebagai udzur, yang kedua : menjadikan hujjah itu berdiri atas sesuatu yang diperintahkan/dilarang, yang ketiga : agar mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada yang didakwahi sehingga ia bisa beramal kepada apa yang diperintah, menjauhi yang dilarang.

Apa yang dimaksud “Sebagai UDZUR”? Untuk siapa? Ya, udzur untuk orang-orang yang berdakwah – yang telah mengetahui kebenaran. Karena sudah merupakan ketetapan dalam syariat Islam bahwa orang yang berilmu dan mengetahui kebenaran wajib menyampaikan. Lebih-lebih tatkala ia ditanya tentang suatu ilmu, yang dia ketahui, maka tidak boleh sedikitpun ia menyembunyikan ilmu tersebut. Jangan sembunyikan risalah Allah. Kewajiban seorang yang punya ilmu adalah memberitahukan kepada manusia. Maka, menyampaikan ilmu dengan berdakwah itu menjadi udzur baginya, “Ya Rabb, aku sudah menyampaikan ilmu itu!”. Ini tujuan dakwah pertama : melepaskan tanggung jawab yang Allah bebankan kepada setiap siapa yang mengetahui kebenaran. Sesungguhnya, orang yang berdakwah yang pertama kali mendapat faedah dari dakwahnya, karena itulah yang akan dibawanya menghadap kepada Allah, untuk menyelamatkan dirinya. Jika ia yakin hal itu, maka niscaya ia tidak akan pernah bosan berdakwah, apapun yang terjadi.

Yang KEDUA : IQOMATUL HUJJAH – untuk menegakkan Hujjah. Salah satu maksud diutus nabi rasul adalah menegakkan hujjah; sehingga orang yang ikut warisan ini maka ia harus juga menegakkan hujjah. Kita sampaikan kebenaran, supaya orang tau mana yang benar, mana yang bathil. Kita sampaikan supaya mereka mengetahui mana yang benar, mana yang salah.

Yang KETIGA : Mudah-Mudahan orang yang didakwahi bisa bertaqwa.  Hati yang didakwahi berada dalam genggaman Allah. Allah yang paling tau siapa yang layak mendapat hidayah, dan siapa yang tidak layak mendapat hidayah. Itu ada pada kuasa Allah. Titik kewajiban kita hanya sampai pada kata “MUDAH-MUDAHAN”. Sehingga da’i tidak boleh menuntut orang “1 pertemuan, harus sudah bisa menerima kebenaran.” Tidak.

Adalah salah saat kita memulai dakwah, kita memiliki planning “Orang ini harus berubah, orang ini harus menjadi beriman.”. Bukan itu tugas nabi dan Rasul. Tugas Nabi dan Rasul hanyalah menyampaikan risalah yang jelas; begitu pula bagi orang-orang yang berdakwah, yang pastinya jenjangnya jauh lebih rendah dibandingkan Rasulullah. Kepada Rasul, Allah berfirman, “Engkau tidak bisa memberi hidayah kepada orang yang kau cintai. Tetapi hanyalah Allah yang akan memberi hidayah kepada yang Dia cintai.” Bukankah demikian pelajaran Paman Nabi yang tidak juga bisa beriman kepada Allah.

Dalam Surat Al An’am 69 Allah berfirman, “Dan tidaklah merupakan dosa bagi orang bertaqwa - akan tetapi berikan peringatan mudah-mudahan manusia bertaqwa.” As Sa’di menafsirkan ayat ini, “Di dalam ayat ini terdapat dalil yang sangat jelas, bahwasanya yang harus dilakukan adalah bagaimana ia harus menggunakan kalimat kalimat yang membuat mereka mudah bertaqwa” – maksudnya : memilih redaksi kalimat, cara kita yang harus tepat, kelembutan dalam berdakwah, senyum dan bukan tidak bersahabat, dst. Jangan terpancing emosi manusia dalam berdakwah. Setan pandai menyelewengkan niatan dakwah kita : kita ingin nasehat yang keluar, tapi emosi yang keluar; sehingga kata-kata yang keluar penuh emosi.

COntoh “Anda selama ini malas mengaji!” -à diganti “Mari rajin-rajin mengaji…”
Contoh “Pekerjaan kalian selama ini telah menyelisihi kebenaran!” à gantilah, “Saudaraku, sepengetahuan saya pekerjaan demikian tidak ada di dalam Islam”, dst.

Pakai kata-kata yang akan lebih memudahkan orang yang menerimanya menjadi bertaqwa.

Allah tatkala memerintahkan Musa – Harun berdakwah kepada Fir’aun, “Ucapkan perkataan lembut kepada Fir’aun, mudah-mudahan ia bertaqwa..” Allah masih memerintahkan Nabi Musa berlemah lembut, padahal Allah tau bahwa Fir’aun akan mati dalam keadaan kafir. Apakah kita lebih mulia dari Nabi Musa? Apakah saudara kita lebih kejam daripada Fir’aun?

3 comments

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)
  1. Dalam dakwah juga harus didahului dari memperbaiki diri sendiri .
    dakwah diri sendiri

    ReplyDelete
  2. Implementasi dari ilmu adlaah tindakan ,,kalo bisa berdakwah :)

    ReplyDelete