curhatibu.com

Ngaji Tanpa Arah


Perkembangan dakwah ahlus sunnah grafiknya naik daripada tahun-tahun lalu. Dahulu pengajian ahlus sunnah 'hidup segan, mati tak mau', bahkan sering berpindah-pindah tempat karena 'disuruh pindah' -- diusir. Namun, dengan ijin dan taufik dari Allah, serta perkembangan teknologi, dakwah ahlus sunnah luar biasa berkembang, hampir memasuki semua lini : instansi pemerintahan, perusahaan, sampai kampung-kampung. Hal ini merupakan sesuatu yang membahagiakan, sekaligus patut diwaspadai. Bahagia karena semakin orang bisa dapat hidayah. Tetapi perlu diwaspadai, karena sudah sunnatullah bahwa sesuatu yang semakin tinggi akan semakin hebat pula ujiannya. Itu juga mengapa kelas setan yang menggoda bani Adam disesuaikan dengan iman 'targetnya'!. 

Semakin banyak yang menerima dakwah ahlus sunnah ini, akan semakin berat pula ujiannya. Ujian datang dari luar dan dalam. Dari luar, semakin dakwah ini tinggi, semakin banyak pihak luar yang menolak, tidak suka, berusaha digagalkan; entah karena mereka (pihak yang menolak) belum paham kebenaran dakwah ahlus sunnah, maupun karena memang ada kepentingan tertentu. Namun, justru faktanya, semakin ditekan, semakin berkembang. Dari dalam, tidak kalah hebat ujiannya. 

Diantara bentuk ujian dari dalam, yang kita alami, adalah adanya fenomena di antara kita, yang "NGAJI TANPA ARAH". Maksudnya apa? Nah, masalah ini ada levelnya : 1. orang awam, dan 2. orang yang sudah lama ngaji. 

Ngaji Tanpa Arah - Level Orang Awam

Yaitu, ngaji tapi tidak selektif dalam memilih pengajian. Dimana ada pengajian rame, pokoknya ikut hadir saja. Apalagi, kalau ustadnya lucu, lebih rame lagi pengajiannya. Sehingga yang diingat bukan temanya, malah 'lucunya'. Semacam ada persaingan antara ustad dan pelawak. Padahal, sebenarnya, substansi nya harus diutamakan ketimbang kemasannya. 

Ibnu Sirin pernah mengatakan, "ilmu (yang kita pelajari) ini bagian dari agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama!". Selektif lah dalam mengambil ilmu agama. Kita harus melihat apakah yang mengajar memiliki latar belakang keagamaan yang bagus, pemahaman, penguasaannya seperti apa. Jika tidak demikian, kita akan bingung, "ngaji di sana katanya bener, di sini katanya salah... sana katanya sunnah, di sini bidah...bingung sendiri"

Ngaji Tanpa Arah - Level Orang yang Sudah Lama Ngaji

Sebelum kita membahas ciri-cirinya, kita akan membahas bahayanya terlebih dahulu. Apa saja bahayanya : yaitu seperti orang yang keluar rumah, ditanya mau ke mana, jawabnya 'tidak tahu'. Karena tidak tahu mau ke mana, maka ia bisa terjerumus ke tempat yang salah, atau syukur2 bisa ke tempat yang benar. Banyak yang tidak tahu tujuannya mengaji. 

Kita mengaji untuk apa?
- menuntut ilmu
Lalu
- diamalkan
Lalu
- masuk surga

Nah, kalau kesasar arahnya, bisa salah masuk neraka juga bukan? Gawat. Salah satunya adalah mempelajari sesuatu yang mungkin penting, tapi bukan menjadi skala prioritas untuk syarat masuk surga. Sedang ia meninggalkan ilmu yang justru menjadi kunci untuk menuju surga Allah. 

Ciri-cirinya : 
1. Ngajinya tidak menggunakan skala prioritas. 
Di dalam agama kita, cabang ilmu nya banyak : fiqih, aqidah, adab, dakwah, shirah, muamalah, faraid, ushul fiqh, mustholah hadits, tafsir, dll. Banyak, dan semuanya penting. Tapi ada yang PALING PENTING. Sebagaimana kita bisa menyatakan, "Di ruangan ini, ikhwannya ganteng-ganteng, tapi ada yang paling ganteng." Nah, pernyataan paling ganteng ini bukan berarti yang lain tidak ganteng, bukan begitu? Cabang ilmu agama itu penting, tapi ada yang lebih penting. Nah, ciri orang yang ngaji tanpa arah adalah meninggalkan sesuatu yang lebih penting untuk sesuatu yang tidak lebih penting.

Apakah yang lebih penting daripada cabang2 ilmu tersebut?

I. BELAJAR IMAN, Tauhid, Aqidah
"Dahulu kami belajar iman, sebelum belajar quran. Setelah kami belajar iman, baru kami belajar alquran. Maka setelah kami belajar quran, iman kami bertambah tinggi dan tebal. Adapun kalian hari ini, belajar quran dulu baru belajar iman!".

Belajar quran penting, penting banget. Belajar iman juga penting, dan lebih penting. Ada kita temukan orang yang hafal quran, tapi sholat bolong2. Bisa jadi karena salah menempatkan prioritas. Ini bukan berarti tidak perlu belajar quran, PERLU. Hanya prioritas : belajar keimanan, alias tauhid, alias aqidah. Ilmu tentang keluarga, mendidik anak, fiqih penting; namun yang lebih penting adalah masalah iman - gampangnya Rukun Iman. Bukan sekedar hafal 1-6 rukun iman, tapi mendalami bagaimana masing-masing poin iman itu.

Belajar sholat, sebelumnya kita belajar aqidah. Sehingga kita terasa semangat dalam sholat karena kita mengenal dan mencintai Allah.

Orang yang ngaji tanpa skala prioritas itu, sudah belajar segala macam, tapi tidak belajar aqidah yang benar. Ini menjadi prioritas utama belajar kita. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim, yaitu salah satunya adalah wajib belajar ilmu aqidah yang benar!

Banyak yang ditanya apa arti iman kepada rasul, banyak yang tidak tau, betul? Ditanya iman kepada malaikat maksudnya apa, banyak yang tidak tahu. Padahal sudah lama ngaji. Maka kita harus menata ulang prioritas mengaji, khususnya kepada para panitia pengajian, kudu benar2 menata materinya - sehingga sanggup membentuk orang yang paham agama ini dengan matang, bukan setengah matang, apalagi mentah.

II. Ilmu Tentang SHOLAT, serta ilmu yang menyertainya

Prioritas kedua setelah aqidah adalah bagaimana sholat yang benar. Mulai dari niat, takbiratul ihram, dan seterusnya, terutama bagaimana masalah kekhusyukan dalam sholat. Di dalamnya juga kita belajar bagaimana membaca al fatihah, karena masuk rukun sholat yang wajib kita laksanakan setiap sholat. Sudah lama ngaji, masih belum fasih membaca surat al fatihah ini.

Termasuk ilmu dalam sholat ini adalah ilmu-ilmu yang menjadikan sholat itu sah : ILMU tentang WUDHU. Kita harus belajar bagaimana wudhu yang sesuai contoh rasul, sah tidaknya, hal yang membatalkannya. Dan juga Cara MANDI JUNUB, karena masing-masing kita harus mandi dalam kondisi tertentu.

Ada pula ilmu fardhu 'ain yang khusus untuk beberapa orang saja, misal ilmu yang wajib dipelajari orang kaya, tidak wajib untuk fakir miskin : ilmu tentang bagaimana mengeluarkan zakat. Juga orang kaya yang akan berangkat haji, wajib belajar tatacara haji. Juga ilmu yang harus dipelajari oleh para pedagang, misal ilmu perdagangan (kaitannya dg jual beli, riba, dll) untuk menghindarkan diri dari perdagangan yang dilarang Allah.
2. Ciri KEDUA : Ngajinya tidak sistematis
Tidak mungkin bayi lahir langsung diberi nasi rawon. Pasti ASI dulu, lalu yang lembek-lembek, baru nasi biasa. Begitu juga dengan ilmu agama, harus dipelajari dengan bertahap.

"Siapa yang pengen belajar ilmu agama sekaligus, maka ilmunya akan hilang sekaligus!"

Orang ngaji tanpa arah, ngaji tidak sistematis : belajar tidak dari dasar. Belajar aqidah, misalnya. Jangan mulai dari yang sulit-sulit, tebal-tebal - kitab itu ditulis ulama untuk level yang sudah tinggi. Mulailah dari kitab yang tipis-tipis, misal utsul tsalatsah, 10 menit dibaca pun selesai.

Tapi, JIKA kita ingin ngajinya benar itu : HARUS DENGAN GURU. Sehingga ada penjabarannya, menggunakan kitab yang ada syarahnya.

Maka alangkah indahnya, ngaji yang sifatnya rutin itu semuanya pegang kitab!

Fiqih juga misalnya, mulai dari matan abu sauja. Jangan mulai dari kitab al majmu' yang sudah level tinggi. Tafsir juga sama, langsung baca tafsir at thobari (36 jilid - yang arabnya). Hadits pun sama, langsung belajar Fathul Bari' sharah shahih bukhori. Padahal arba'in an nawawi saja belum hafal. Belajar bahasa arab juga sama : ia akan mengalami belajar dari pembagian ism, fi'il, dll. Jika ingin bisa ngobrol bahasa arab, harus mulai dari 'hadza - hadzihi..'. Belajar quran juga sama : belajar dulu makhorijul huruf, baru huruf yang disambung-sambung pakai iqro atau qiroati; baru belajar quran. Itupun dari awal, baca, disetor sama ustad.

Jika kita ingin ilmu matang, belajarlah dari dasar. Dan kita harus pakai guru. Guru yang mumpuni, dan Murid yang sabar. Karena belajar itu butuh waktu! Biasanya, semangat banyak murid hanya pada pertemuan awal, di akhir malah tinggal ustadnya.

Acara tabligh akbar (insidentil) itu penting, tapi acara kajian yang rutin lebih penting. Makanya alangkah bagus jika kajian rutin lebih rame daripada tabligh akbar. Jangan mencari kajian tematiiiik terus. Apalagi semakin banyak yang terjangkiti ngaji kuliner, suka nyicip2, "ini ustadnya enak nyampaikan, ini ga enak. saya mau ke sini saja deh, ga mau datang ke sini lagi. eh, ke sini aja deh lebih enak"

Nasehat ulama dalam kita belajar : sabar terhadap kekurangan guru. Karena setiap orang tidak punya retorika yang sama dalam penyampaian.

Di madinah, rata-rata ustad/syaikh pengisinya dataaaar. Dan hampir 90% di sana seperti itu pengajiannya, termasuk juga di kelas. Kalau di sini mungkin sudah bubar pengajiannya. Di sana, Alhamdulillah, karena mereka menyadari bahwa yang penting substansi mahal yang syaikh2 tersebut sampaikan, maka banyak yang bertahan. Sisi kekurangan dalam pengemasan, jangan menghalangi kita mengambil ilmunya.

Para ulama mengatakan, "Gagal dapat ilmu orang yang sombong dan pemalu!" Sombong : "ah, ustadnya ustad lokal, saya ga mau ngaji kalau ustadnya bukan luar negeri, ah saya ga mau ngaji kalau ustad nya ga pakai gelar". yang penting, ustad nya pemahaman benar, manhajnya lurus, apalagi yang ilmunya disampaikan secara sistematik dari dasar; ikut!

Keuntungan Jika Ngaji Terarah : 
1. Ilmunya matang. Jika ditanya sesuatu, paham. Misal saat sholat, lupa tidak takbiratul ihram. Sah tidak? Tentu TIDAK SAH. Karena takbiratul ihram itu rukun; jika ditinggalkan, apakah karena lupa atau sengaja, tidak sah sholatnya. Misal saat sholat, lupa tidak tahiyatul awal ---> sholat sah, karena itu merupakan hal yang wajib, dan harus mengganti dengan sujud syahwi.
2. Tidak mudah terombang-ambing saat masa fitnah. Misal terhadap pemerintah, dia tau benar sikap dalam menghadapi pemerintah, sekallipun didzalimi.
3. Lebih cepat menghantar pda tujuan. Tujuannya apa? Surga. Kunci surga apa? Laa ilaa ha illallah.. Belajar dan paham benar mengenai kalimat ini, mudah ke surganya. Sebaliknya, jika kita sudah ahli segala macam ilmu, tapi tidak paham kalimat ini, maka semakin jauh kita dengan tujuan

#Ust Abdullah zaen


Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)