curhatibu.com

Fiqh Ikhtilaf - Indahnya Persatuan, Buruknya Perpecahan

Macam-Macam Ikhtilaf :
Para ulama membagi ikhtilaf menurut hakekatnya, menjadi 2 macam yaitu
1. ikhtilaf tanawu' : perbedaan pendapat, di mana pendapat pendapat di dalamnya variatif, dan semua benar (memiliki dalil shahih).
Contoh :
a. perbedaan pendapat tentang sifat shalat Khauf. Rasul tidak hanya mengajarkan 1 sifat. Lagi :
b. doa setelah takbiratul ihram juga banyak, tidak saling bertabrakan, karena semua punya dalil shahih.
dll
2. Khilaf .... yaitu Perbedaan pendapat yang mana pendapat di dalamnya saling bersebrangan, dan yang benar hanyalah 1 pendapat saja.
Contoh :
a. perbedaan pendapat batalnya wudhu karena memegang dzakar. Ada yang membatalkan, ada yang tidak mebatalkan. Yang benar 1 saja. Kedua pendapat tidak bisa dikumpulkan. Yang benar adalah membatalkan wudhu.
Menurut Pengaruhnya pada Hukum, ikhilaf menjadi 2 :
1. Khilaf maknawi : perbedaan pendapat yang memiliki konsekuensi hukum dalam syariat.
Contoh : perbedaan pendapat atas hukum kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Sebagian besar ulama yg meninggalkan shalat tidak kafir; selama masih mbersyahadat, dll, saat meninggal masih dishalatkan dan seterusnya. Ulama lain berpendapat bahwa meninggalkan shalat itu kafir. Maka, jika sudah dikenakan hujjah atas nya, saat ia meninggal tidak lagi dishalatkan, dll.
2. Khilaf Lafdhi/hanya beda kata-kata atau istilah, tapi tidak ada perbedaan implikasi hukum.
Contoh :
a. Hukum membahas thahiyatul masjid --> sebagian menyebut sunnah, mandhub, atau mustahabah.
b. Hukum orang melakukan dosa tanpa tau itu dosa --> sebagian ulama menyebut perbuatan itu dosa, tapi Allah ampuni kesalahan itu. Sebagian lain mengatakan hal itu bukanlah perbuatan dosa.
Menurut Hukumnya, ikhtilaf dibagi 2 (ini yang paling penting) :
1. Perbedaan pendapat yang boleh / perbedaan yang mu'tabar/mamdhuh/tidak tercela/terpuji/jaiz
Perbedaan pendapat atas suatu perkara yang belum terjadi ijma' di dalamnya, dan masing-masing orang yang berbeda bermaksud mencari kebenaran dalam perbedaan pendapat tersebut.
- perbedaan pendapat yang belum terjadi ijma' di dalamnya
- masing-masing mencari kebenaran di situ
Ijma' - kesepakatan para ulama. Merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam setelah Quran dan hadits.
Ada yang masalah disepakati ulama, yang kita tidak boleh menyelisihinya; tidak boleh muncul pendapat kedua. Pendapat kedua pasti salah 100%. Rasul bersabda, "Umat saya tidak akan pernah bersatu dalam kesesatan!". Pesan tesirat, "Jika sudah terjadi kesepakatan atas suatu masalah, maka yang di luar itu adalah kesalahan/kesesatan"
Setiap kita tidak boleh menyelisihi suatu perkara yang telah terjadi ijma' para ulama.
Contoh :
a. ulama sepakat mencuci muka saat wudhu itu wajib. jika kemudian hari ada thalibul ilmu menulis buku lalu mengatakan bahwa hukumnya sunnah, maka pendapat itu tidak bisa diterima karena nabrak ijma' ulama.
b. ulama sepakat bahwa yang dipakai menentukan masuknya waktu ramadhan adalah rukyah hilal / melihat hilal. Jika kemudian ada yang mengenakan metode lain; maka itu adalah pendapat kedua yang muncul setelah terjadi ijma' ulama. Dan pendapat itu tidak bisa diterima.
2. Perbedaan pendapat yang tercela :
- perbedaan pendapat atas suatu masalah yang telah terjadi ijma' atasnya
- perbedaan atas masalah yang ada dalil penjelasannya; dan dalil telah sampai pada orang yang menyelisihi, serta tidak ada alasan yang menolak dalil tersebut
Maka... Jika ada perbedaan pendapat, dalil hadits jelas; namun hadits belum sampai pada ulama bersangkutan, maka tidak ada masalah. Dua syarat itu harus terpenuhi; jika salah satu tidak ada, maka masih masuk kepada perbedaan pendapat yang diperbolehkan.
Contoh :
a. Ibnu Abbas berpendapat bahwa riba fadhl itu tidak apa-apa. Riba fadhl itu menjual emas 1 gram (yang bagus) dengan 2 gram (yang jelek). Yang tidak boleh adalah riba nasi'ah. Padahal dalil hadits nya jelas; namun, tidak sampai pada waktu itu kepada Ibnu Abbas.

b. Zaman sekarang misal ada ulama yang menyelisihi suatu hadits, dan belum sampai pada nya kabar hadits itu; masuk kepada perbedaan yang boleh. Tapi kalau sudah sampai, maka masuk kepada perbedaan yg tidak diperbolehkan.
c. Hadits / ayat jelas, sudah sampai pada ulama bersangkutan. Tapi ada sesuatu yang menghalangi beliau mengambil ayat/hadits tersebut --> khilaf yang terpuji. Misalnya hadits jual beli pohon, yang sudah terdapat buah di pohonnya. Buah ini masuk ke milik siapa? Ada hadits yang jelas mengaturnya, Rasul mengatakan, "Siapa yang menjual sebuah pohon kurma yang sudah dibuahi/dikawinkan, maka buahnya menjadi milik pedagang/si penjual, kecuali dipersyaratkan beda oleh pembeli - buah milik saya". Namun, Imam Abu Hanifah mengatakan, "Bagi kami, dalam segala kondisi, buah tetap menjadi pemilik pembeli, apapun kondisinya". Nah, dalam hal ini, Abu Hanifah meskipun haditsnya jelas, mereka tetap menganggap hal itu tidak jelas.. Pada madzab hanafi, hanafi tidak mengakui mafhumul mukhalafah (pesan tersirat) - buah yang sudah muncul menjadi milik penjual!
- perbedaan yang kita hanya ingin cari menang sendiri/fanatik/pembelaan diri
APAKAH KHILAF SESUATU YANG IDEAL/diCITACITAKAN DALAM AGAMA KITA? Sehingga kita mengatakan bahwa 'perbedaan itu lebih baik daripada kesepakatan para ulama"
Yang diperintahkan secara syariat adalah persatuan lebih baik. Namun, takdirnya, umat Islam banyak perbedaan pendapat. Maka kuncinya : jika berselisih, maka kembalikanlah kepada Allah-yaitu pada kitabNya dan RasulNya-yaitu bertanya langsung atau kembali pada sunnah.
Jika perbedaan pendapat adalah yang tercela, maka itu termasuk maksiyat yang harus dihilangkan; harus diangkat.
Jika perbedaan pendapat adalah sesuatu yang boleh, maka kita tidak boleh menyikapi dg keras hal itu. Harus kita berikan 2 hal : Pertama, jangan sampai dg khilaf ini, kita meremehkan dalil al quran dan sunnah. Misal dg mengatakan semata "itu adalah khilaf, tidak perlu dipertimbangkan dalilnya!". sehingga jika kita dapati pendapat itu menyelisihi dalil, ya segera kita tinggalkan pendapat itu. Kedua, jangan sampai terbangun di atas khilaf (yang terpuji ini) perpecahan di antara umat islam/ahlus sunnah.
Para ulama berbeda pendapat, tapi mereka saling menyayangi satu sama lain. Sayang menyayangi ini sering sekali dilupakan oleh orang yang fanatik terhadap madzab salah satu imam; sehingga membenci madzab yang lain. Bahkan ada yang membahas : hukum menikahkah wanita syafii dengan madzab hanafi; hukum shalat orang bermadzab syafii di belakang imam maliki; dst. Kita yang sering mengproklamirkan anti taklid, anti taashub, tidak boleh fanatis, ternyata jatuh pada model fanatis yang baru.
Sampai ada seorang wanita yang bertanya pada seorang ustadz, "apa hukumnya bertahan menjadi istri di rumah suami saya yang berbeda ustadz?". Tak kalah mengejutkan, sang ustadz berkata, "keduanya harus dipisahkan!".
MENGAPA BISA TERJADI KHILAF PARA ULAMA?
terjadi atas beberapa sebab. Di antara sebab tersebut adalah perbedaan kemampuan para ulama. Meskipun para ulama semua ahli hadits, tapi tidak satu tingkatan. Misal Imam Syafii laksana purnama pada jamannya. Syaikh Bin Baz susah dicari penggantinya jaman sekarang. Perbedaan tingkat kemampuan ini membuat perbedaan dalam menyimpulkan hukum. Bahkan 2 orang nabi yang dituntun oleh Allah pun berbeda vonis atas suatu hukum. Daud dan Sulaiman, saat keduanya tengah mengadili kasus tentang ladang yang tanamannya dirusak kambing suatu kaum. Maka di pemilik anggur dan kambing datang kepada nabi Daud. Kata Nabi Daud, 'serahkan kambingmu kepada pemilik anggur!". Vonis ini didengar Nabi SUlaiman. Nabi SUlaiman berkata, "Ada yang lebih ringan dari vonis ini, serahkan kambing ini kepada pemilik anggur sampai pemilik anggur dapat mendapat tanaman sedia kala. " Mana yang benar? Allah memuji bahwa pendapat nabi Sulaiman lebih baik daripada Nabi Daud.
Di antara sebabnya lagi adalah perbedaan kemampuan dan waktu untuk belajar. Misal : para santri punya waktu lebih banyak ketimbang ayah yang sudah harus bekerja lebih banyak. Ilmu itu adil. Ia memberikan sesuai dg yang dikorbankan oleh pencari ilmu.

Sebab Sebab ini kembali kepada 3 sebab utama :
1. perbedaan dalil syar'i : hadits sampai para ulama A dg sanad shahih, sampai pada ulama B dg sanad yang lemah. Atau sampai dg lafadz yang berbeda. Tidak ada seorang pun ulama yang memahami ilmu agama secara utuh; tidak mungkin. Hanya Rasul yang memahami semuanya. Bahkan sekelas Abu Bakar pun pernah salah dalam memberikan hukum; dg sebab tidak sampai suatu hadits padanya/beberapa hadits yang tidak beliau kuasai.  
2. perbedaan bahasa : misal dalam ayat tentang masa tunggu/masa iddah seorang wanita yang ditalaq -- 3 quru'. Quru' dalam bahasa arab mengandung 2 makna : masa haid, atau masa suci.
3. perbedaan dalam ushul fiqh (ini faktor terbesar). Contoh : madzab syafii, hambali menetapkan bahwa pesan tersirat diambil. Sedang madzab abu hanifah hanya mengambil pesan tersurat.

FAEDAH BELAJAR FIQH IKHTILAF :
1. Mengetahui masalah mana saja yang disepakati para ulama, dan diperselisihkan ulama. Sehingga kita tau apakah pendapat ini masalah khilafiah atau perbedaan pendapat yang tercela.
2. Memperkuat pendapat kita, dan mempertahankan pendapat saat diskusi. Orang yang belajar 1 madzab saja itu, akan mudah bingung jika ada perbedaan pendapat dari madzab lain. Dg belajar madzab yang lain akan membuat kita lebih mudah membandingkan pendapat pendapat itu.
3. Mengambil sikap yang benar dan jelas dalam menyikapi perbedaan pendapat yang terjadi dalam masyarakat kita. Masalah masalah yang terjadi perselisihan biasanya adalah suatu masalah ijtihadiah, khilafiah. Para ulama yang beda pendapat itu bisa saling menyayangi. Namun, jika masalah itu tiba di negeri kita; jadi saling berolok-olok. Mengapa terjadi? Karena para ulama memahami betul fiqh ikhtilaf, dan kita sebagian besar tidak memahaminya.
TAMADZHUB : BERMADZHAB
Apa Hukumnya? BOLEH, tidak wajib. Yang tidak boleh adalah mengambil pendapat dari suatu madzab atas perkara dari A sampai Z; padahal pasti ada satu dua hal yang salah. Ini jadinya akan taashub/fanatik.
Syaikh Ibnu Taimiyah menyebutkan : pendapat dalam madzab ada 3 tingkatan, 1. pendapat yang jelas didukung dg dalil, 2. pendapat yang jelas bertentang dg dalil, 3. pendapat yang tidak ada dalil di dalamnya; permasalahannya ijtihadiyah. Masalah 1 harus diikut, masalah 2 harus ditinggalkan, dan masalah 3 ini longgar "Jika suka, berfatwa dari madzab itu, jika tidak suka ya ambil dari madzab lain".
Syaikh Sulaiman Ruhaili mengatakan, "Saya telah merenung tentang hal ini (seputar para imam dan madzab). ada sesuatu yang agung. Masing-masing dari keempat Imam ini semua Allah berikan kelebihan dalam ilmu al quran, Allah berikan keistimewaan kepada Imam Malik dan Ahmad ilmu sunnah. Allah berikan imam syafii kelebihan dalam bahasa arab dan ushul fiqh. Allah berikan keistimewaan abu hanifah dalam masalah Qiyas dan logika.  
Q&A
1. Bagaimana sikap kita terkait perbedaan penentuan waktu idul adha?
Kita coba terapkan kaidahnya :
- apakah ustadz-ustadz fanatis? insya Allah tidak
- adakah ijma' ulama telah sepakat? tidak ada
- adakah dalil yang shahih / jelas seputar masalah ini dan telah sampai pada ustad yang berselisih? tidak ada
Maka kesimpulannya ini adalah khilaf yang boleh, tidak tercela, dan tidak pantas ahlus sunnah berpecah belah karena masalah ini. Ikuti saja pendapat yang kita yakin adanya, dan hormati pendapat lain
Berbeda dengan penentuan idul fitr; para ulama telah menentukan ijma'  melihat rukyah.
2. Apakah perbedaan pendapat terjadi pada masalah aqidah?
Iya, tapi tidak banyak. Jangan sampai perbedaan ini mengeluarkan saudara kita dari ahlus sunnah wal jamaah.
3. Bagaimana jika ada ulama yang berbeda pendapat dalam ikhtilaf yang tercela? ingin menang sendiri.
DOSA/maksiyat. Harus kita hilangkan. Kita nasehati orang yang menyelisihi ijma', dalil yang jelas, dll. Adapun jika khilafnya muktabar, tapi saling mencela; ya kita ingatkan bahwa ini khilaf yang boleh dan tidak boleh saling mencela, sampai menghukumi dg bid'ah.
4. Bagaimana dg dai yang memperbolehkan ikut pemilu?
Ada ijma dalam masalah ini? tidak ada
Ustadz mau menang sendiri atau mencari kebenaran? insya Allah mencari kebenaran
Ada dalil yang jelas? tidak ada
---ini masalah khilafiah juga.
Tidak menyibukkan diri, 5 menit masuk TPS, coblos, selesai, kembali kepada akivitas sehari hari. Tidak mendukung pemilu ataupun demokrasi.
Pendapat lain ada yang mengatakan tidak boleh juga. Jika kita memilih satu dari pendapat ini, jangan lupa menghormati pendapat lain.
5. Salafi atau sururi?
Sururi itu ada kelompoknya. Cirinya tidak meyakini pemerintah yang memimpin sebagai imam. Tidak meyakini kewajiban taat pada pemimpin. Mereka mengatakan boleh mengkudeta pemerintah meskipun masih muslim. Mereka juga mencela para ulama, dicela tidak paham politik, hanya paham haid dan nifas saja. Mereka ada yang selama ini secara dhahir mencintai sunnah tapi tidak sabar dengan kedzoliman pemerintah.
Sebagian orang banyak yang salah vonis. Menuduh orang yang tidak sururi sebagai sururi. Ini karena mereka tidak paham apa itu sururi, atau tidak paham siapa orang yang mereka vonis.
6. Untuk para penuntut ilmu, kitab apa yang menyebutkan masalah ijma ini?
- kitab al ijma karya Imam Ibnu Mundzir
- dll
7. Ikhtilaf dalam sholat itu bolehkah?
Jelas, para ulama banyak yang berselisih pendapat. Sebagian besar adalah masalah khilafiah, tidak perlu terlalu keras di sana

Video Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=tBKu2wiwHFI

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)