curhatibu.com

Fiqh Muamalah Jual Beli, Dari Kajian Ust Erwandi Tarmizi





Jual Beli : Tukar menukar kepemilikan suatu barang. Kita menukar suatu barang, kita mendapatkan barang yang lain.


Rukun jual beli :
1. Orangnya
2. Akadnya
3. Barangnya

ORANGNYA
Syarat khusus untuk orangnya? Bebas. Tidak ada batasan muamalah. Jadi boleh bermuamalah dengan orang non muslim, dengan syarat dia mau mengikuti kita jika ada transaksi mereka yang bertentangan dengan syariat kita. Contoh : bekerjasama dengan orang non muslim/orang yang tidak mengerti syariat. Kita sudah memberikan modal kepada mereka, namun rupanya mereka menyimpan dana itu kepada lembaga riba. Jika kita setuju, artinya kita setuju dengan riba itu. Kita mendapat dosa sesuai dengan modal yang kita berikan. Maka, ada hukum membeli saham : jika kita mewakilkan saham  yang ternyata disimpan di tempat riba, kita sama saja mendapat dosa sebanyak saham yang kita miliki.

Syarat secara umum :
1. Baligh : setelah haid/mimpi basah, atau setelah usia 15 tahun (menggunakan tahun qomariyah; bukan tahun masehi [maju 3bulan]. Ada perbedaan 11 hari. Maka, tambahkan 0.07% dalam menghitung). Jual beli anak-anak yang belum baligh itu bagaimana? Jika Tidak sah = status barang adalah barang rampasan. Para ulama menjelaskan (ijma' para ulama dikecualikan dari keumuman ayat) : Ujilah anak yatim tersebut untuk berdagang, sampai mereka baligh. Jika mereka telah bisa memutar uang, maka boleh kita menyerahkan warisan/harta kepada mereka. Tapi, untuk sebatas kebutuhan sang anak, akad jual belinya tidak mengapa = sah.
2. Berakal
3. Tidak terpaksa. Keterpaksaan yang dilarang adalah jika yang dipaksa adalah pembeli. Seorang yang terpaksa menjual tanah untuk kebutuhan artinya dipaksa oleh keadaan, bukan oleh pembeli; jual beli sah. Boleh dipaksa juga jika dipaksa oleh pemerintah dengan tujuan kemaslahatan umum. Syaratnya : harus mendapat ganti rugi yang adil dari pemerintah, dan harus memperolehnya sebelum rumah/hartanya diambil. Islam tetap menghargai hak pribadi, tidak begitu saja merampas milik pribadi meskipun dengan nama kemaslahatan. Boleh dipaksa juga jika dipaksa oleh pihak pengadilan untuk menjual barangnya guna menutup hutangnya.



AKAD
Syarat akad : ada ijab dan qobul. Ijab penyerahan. Qobul menerima. Ijab qobul sah dengan kata-kata ataupun dengan isyarat. Dengan isyarat misalnya kita meletakkan barang di tempat jualan dengan ditulis harga, dan pembeli langsung mengambil barang dan memberikan uang sesuai harga tersebut. Untuk Imam Syafi'i, ijab qabul sah jika dengan kata-kata
saja. Hal ini terkait dengan keridhoan masing-masing, apakah cukup dengan isyarat atau harus dengan kata-kata. 

BARANG

  1. Barang Suci. Tidak boleh menjual belikan barang najis serta barang haram. Barang haram : Khamr, bangkai dan babi. Seluruh najis haram diperjualbelikan. Najis : kotoran manusia (yang keluar dari kubul dan dubur). Jasa menyedot wc? Boleh karena yang diperjualbelikan adalah jasanya. Pupuk kandang? Madzab syafi'i : najis. Madzab hambali : tidak najis.
  2. Barang Manfaatnya tidak haram. Contoh : berhala, tidak najis; tapi karena manfaatnya buat kesyirikan maka tidak boleh.
  3. Barang harus dimiliki. Caranya : dengan akad beli dulu atau dengan metode perwakilan (permintaan orang untuk membantu menjualkan barang tersebut). Tidak boleh menjual barang yang tidak ada (belum dimiliki) kecuali pada 2 akad salam dan istisna’. Salam : contoh pesan pisang sekian ton untuk tanggal sekian. Boleh meskipun pisangnya belum ada. Mengapa? Karena adanya kebutuhan. Persyaratan Salam : Harus tunai (bayar di depan). Syarat kedua : pembeli mendapat jaminan ketersediaan barang pada saatnya. Keduanya sama-sama untung. Istisna’ = pesan untuk dibuatkan rumah; Ini boleh dicicil, tidak harus tunai.
  4. Barang dan harganya jelas. Contoh : saya ingin mengontrakkan rumah kepada Anda. Jika membayar bulanan 1 juta per bulan, tapi kalau tunai 10 juta. Lalu, Anda langsung menempati begitu saja dan saya perbolehkan. Ini tidak boleh. Akad ada, tapi belum jelas mau bayar bulanan atau kontan.
  5. Jual beli bebas dari gharar dan riba. 


Hukum jual beli kredit? Mutlak haram, atau dibolehkan?

Jual beli kredit/hutang itu : barang diterima di depan, uang dibayar belakang. Hukumnya adalah hukum berhutang.

  1. Syarat pertama seseorang diperbolehkan berhutang yaitu pada saat membutuhkan/ada hajat yang penting. Allah memerintahkan kepada kita untuk makan dan minum dengan menghindari berlebih-lebihan. Untuk kebutuhan pokok saja harus tidak berlebihan, apalagi kebutuhan yang lain. Kebutuhan rumah itu memang pokok. Tapi, kebutuhan memiliki rumah itu pokok apa tidak? HP, butuh semua aplikasinya?
  2. Syarat kedua boleh berhutang : diperkirakan mampu membayar. Jika tidak, maka kita seperti terniat melenyapkan harta saudara.

Setelah 2 syarat terpenuhi, kita lihat hal berikutnya :

  • Ingin beli rumah tidak tunai. Rumah sudah ada. Syarat jual  beli rumah supaya aman (halal) : langsung transaksi ke pemilik rumah, dengan membayar DP nya saja, lalu dicicil per bulan sekian. Jika pemilik rumah mau, Alhamdulillah. Dibuat perjanjian jual beli. Tidak boleh ada persyaratan penalti (denda keterlambatan). Pemilik rumah bisa mengamankan perjanjian tersebut dengan minta wakil dan barang jaminan kepada yang berhutang itu. Jual beli ini tidak mengapa meskipun harganya lebih mahal daripada harga yang tunai.
  • Ingin beli rumah tidak tunai. Rumah sudah ada. Menggunakan pihak ke-tiga. Kita minta pihak ketiga membeli rumah itu dari pemilik rumah. Lalu kita membeli rumah itu kepada pihak ketiga secara kredit. Untuk mengamankan gimana? Bolehkah DP kepada pihak ke-tiga itu untuk jaminan? TIDAK SAH jika ada DP dari awal. Cukup janji untuk membeli rumah yang dibeli pihak ketiga itu. Balik nama sekedar administrasi aja, tidak hukum syariat. Cukup pemilik pertama mengosongkan rumah, menyerahkan kunci kepda pihak ketiga. Nah, baru pihak ketiga itu memanggil kita untuk mengadakan akad jual beli kredit. Pertambahan tidak boleh. Pengurangan tidak boleh jika dibuat di awal akad (mengandung gharar dan riba). Pengurangan yang boleh jika tidak dibuat di awal.

Beberapa dampak akad yang tidak jelas dalam jual beli kredit :

  • Jika dengan pihak ketiga : Tidak boleh dengan DP. Karena jika dengan DP kepada pihak ketiga, barang itu telah menjadi milik anda, dan punya hutang kepada pemilik barang. Maka jika kita meminta uang ntuk mencukupi sisa pembiayaan kepada bank/lembaga keuangan/pihak ketiga; akadnya sudah ganti dengan pinjam meminjam, bukan lagi jual beli. Artinya, uang yang kita kembalikan nanti harus sama, tidak boleh lebih; kurang boleh (dengan catatan tidak ditetapkan di awal).
  • Jika dengan pihak ketiga : DP dibayar dengan pihak ketiga, sebelum pihak ketiga membeli dari pemilik pertama; artinya kita membeli kepada penjual yang belum dimiliki oleh orang tersebut.
  • Tidak boleh kita menjual kembali barang yang belum tuntas diterima penjual, meski sudah mentransfer uang.
  • Akad harus jelas; tanpa dipisah harga barang dengan pertambahan waktunya. Khawatir masuk riba. Contoh harga 100 juta. Dibayar 3 tahun, maka bertambah 30 juta. Jika terlambat, tambah lagi 10 juta à masuk ke riba.
  • Tidak ada potongan harga dari awal. Karena ada ketidakjelasan harga. Misal : jika maju pembayaran 1 bulan, dapat potongan sekian persen; jika maju 3 bulan, dapat potongan sekian persen. Ini menjadi tidak jelas karena kita tidak tau kapan lunas, dan potongan pun akan banyak; harga tidak jelas. Yang Boleh adalah pembeli meminta diskon jika membayar lebih awal.
  • Tidak ada persyaratan penambahan harga atas keterlambatan, baik atas nama ganti rugi, atau atas nama sosial (kepentingan sosial).

Jika hal-hal di atas aman, maka kredit boleh kita laksanakan.


Jika sudah terlanjur terjebak dalam kredit rumah? Gimana ustadz?
Cara bertaubatnya adalah meninggalkan riba itu. Tapi, jika lembaga keuangan itu membahayakan diri anda, maka masuk ke hukum dharurat. Maka, bayarkan saja ribanya secepatnya; meskipun terkena penalti, bayarlah. Riba ini tidak bisa diajukan secara hukum, karena tidak diakui secara hukum positif. Tutup dengan aset kita lain untuk membayar itu.

Hukum Jual Beli Online
JUAL BELI ONLINE EMAS
Penjualan emas : tidak boleh secara online. Karena ada sela waktu sampainya emas ke rumah kita; dan ada perbedaan majelis di sana. Termasuk riba.
Solusi jual beli online emas : Saat ingin mengirimkan uang, kirimkan uang sejumlah perkiraan harga saja; bukan akad. Status uang adalah dipinjamkan kepada penjual/dititipkan. Setelah nanti emas datang ke rumah, baru dibuat akad jual beli dan disepakati harga pada saat itu. Jika kurang, maka bisa ditambah.

JUAL  BELI ONLINE LAIN
Jika terpenuhi persyaratan jual beli, hukumnya boleh. Persyaratan yang  tidak terpenuhi biasanya adalah ketidakjelasan barang. Jika barang diperinci dengan cukup jelas, maka boleh. Misal : beli mie instan satu kardus, tidak perlu kita cek karena sudah jelas barangnya. Boleh menggunakan foto. Tambahkan pula syarat bolehnya dikembalikan jika tidak sesuai spek yang dimaksud.
Hal yang sering dilanggar : BARANG belum menjadi milik penjual online. Pembeli transfer, baru kita beli ke penjualnya. Tidak terpenuhi akad dimiliki untuk dijual. Solusi : sediakan stok barang, atau meminta akad yang lain (yaitu “Bolehkah saya menjualkan barang anda?”). Akad lain : statusnya wakil. Jika statusnya wakil, maka jika pemilik barang meminta uang dikirimkan dulu dari kita (sebagai wakil) kepada mereka, akadnya tidak lagi wakil, melainkan akad jual beli. Tidak boleh kita jual barang itu. Status wakil itu sama dengan pemilik barang. Sehingga kita bisa mengumpulkan hasil penjualan lalu kita laporkan kepada pemilik barang untuk pembayarannya.

JUAL BELI ONLINE SAHAM à ???

JUAL BELI ONLINE SEBAGAI DROPSHIPPER
Jika pemilik barang tidak mau mengirim barang sebelum kita (sebagai wakil/dropshipper) mentransfer uang kepada pemilik barang, akadnya berganti menjadi akad jual beli; bukan lagi akad wakalah. Sehingga kita artinya menjual barang sebelum kita miliki barang itu.

(sampai menit ke 1:29:16)

Berapa banyak kita boleh mengambil keuntungan?

 Tidak ada batasan dalam Islam, jika barang belum memiliki harga pasar. Jika sudah ada harga pasarnya, tidak boleh kita mengambil keuntungan yang lebih besar dari harga pasar tersebut.

Berapa persen kita boleh memberikan potongan?
Khilaf para ulama dalam permasalahan ini : Menjual barang di bawah harga pasar. Hukum harga pasar dibuat berdasar kesediaan barang dan permintaan, maka inilah harga pasar yang dibolehkan. Bila harga pasar ditentukan oleh pihak negara, Imam Syafi’i tidak memperbolehkannya. Menurut Imam Madzab Maliki dan Hanafiah, pihak berwenang boleh menetapkan harga jika memang dikhawatirkan harga yang ditetapkan oleh permintaan dan penawaran  menimbulkan kerugian.
TIDAK BOLEH
Madzab Maliki : tidak boleh menjual barang di bawah harga pasar. Dalilnya : Umar menegur pedagang yang menjual anggur kering lebih rendah daripada yang lain, “angkat hargamu, atau engkau angkat kaki dari pasar ini!”. Hal ini akan menyelamatkan pedagang yang lain, serta mengamankan perasaan pembeli (tidak merasa tertipu dengan harga).
BOLEH
Dalil Jumhur : BOLEH memberi diskon, karena jual beli itu berdasarkan saling ridho. Jika penjual ridho menjual di bawah harga pasar, atau di bawah harga pokok, atau disedekahkan seluruhnya, tidak mengapa. Boleh juga karena jika kita menurunkan harga ini, mungkin pedagang lain beroleh mudharat, tapi pihak lain yang lebih banyak memperoleh kebaikan lebih banyak. Contoh : Pedagang A menurunkan harga, pedagang lain akan ikut menurunkan harga. Hal ini akan menguntungkan pembeli lebih banyak. Kesimpulan : Boleh jika tidak untuk menghancurkan pedagang lain. Di sinilah ada fungsi pihak berwenang, misalnya mengatur waktu diskon, mengatur tempat menyumbang/sedekah (bukan di pasar).

Makan di suatu tempat, misal warteg, di mana penjual langsung menghitung apa yang kita makan. Terkadang harga tinggi, kadang rendah; tidak tahu pasti harganya. Bagaimana hukumnya?
Jika memang sudah sesuai dengan harga kelas warteg, oke. Kita harus melihat juga fasilitas serta lokasi warung tersebut yang turut mempengaruhi tingginya harga. Namun, jika kelasnya sama, fasilitas sama; ternyata harganya beda jauh, maka kita berhak menuntut kepada penjual (tertipu). Kecuali, jika dari awal penjual telah menyampaikan harga kepada pembeli.

Apakah perlu memboiqot produk yahudi?
Syarat tidak bolehnya muamalah : Jika yang dijual adalah benda-benda kesyirikan, merusak aqidah, bid’ah. Perkara membantu dalam maksiat yang dilarang, kaedahnya adalah jika bantuannya langsung untuk maksiat tadi. Misal : menjual senjata kepada Yahudi. Jika tidak langsung, tidak mengapa. Rasul bermuamalah dengan Yahudi, yang pada waktu itu Rasul juga perang dengan yahudi.

Bagaimana hukum berlajar bahasa arab dengan cara bermain kartu bergambar (ala kwartet) anak anak, apakah termasuk ke dalam keharaman bermain kartu dalam buku antum?

  1. Tentang gambar : Jika bergambar buah, tidak masalah. Jika bergambar hewan/manusia, harus dihilangkan se-bagian-nya.
  2. Tentang sistem bermain : Yang tidak boleh adalah remi/domino, yang mengandung unsur tebak-tebakan. Sesuatu yang mengandung unsur tebakan itu mirip dengan permainan dadu. Permainan dadu : walaupun tidak ada unsur judi, apapun permainan yang menggunakan dadu = sama dengan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi. Contoh ular tangga, yudo, monopoli. Untuk permainan kartu (kwartet) ini, terdapat unsur tebak-tebakan/untung-untungan juga. Jangan sampai dengan alasan belajar bahasa arab, menggunakan sarana yang dilarang.


Bagaimana hukum jual beli boneka?
Boneka jelas ada unsur patung. Namun, terkait pengecualiannya, ada khilaf. Madzab jumhur memasukkan boneka sebagai pengecualian patung. Syarat pertama : “Boneka untuk mainan, bukan untuk dipajang; boleh”. Apa hikmah menggunakan boneka bagi anak-anak? Bagus untuk perkembangan kejiwaan mereka. Kebutuhan anak-anak akan mainan lebih besar daripada kebutuhannya atas makanan. Jangan halangi anak bermain waktu kecil. Sehingga jika mereka tidak puas bermain di waktu kecil, mereka akan bermain-main saat kerja nanti. Syarat berikutnya : tidak boleh menimbulkan wala wal bara anak atas boneka tersebut. 


Bagaimana hukum menimbun bahan pokok dan musiman?
Orang yang menimbun barang, kata Rasul, hanyalah seorang pendosa saja. Barang siapa yang menimbun barang dan merusak harga, sehingga harga menjadi naik; sungguh dia telah melemparkan dirinya kepada tempat duduknya di neraka.
Kecuali jika kita menyimpan barang yang tidak menyebabkan harga rusak. Misal : panen besar, harga murah. Dibeli dan disimpan atau diolahnya; lalu dilepas sedikit-sedikit. Ini tidak mengapa. Justru ini merupakan kebaikan, karena jika tidak disimpan, akan terjadi kelangkaan di kemudian hari, serta menjaga harga barang agar tidak turun drastis.

Bolehkah mensyaratkan tidak boleh mengganti merk atas suatu barang jika dijual kembali?
Syarat itu batal. Setelah kita membeli barang, tidak mengapa kita buang merk tersebut. Jika ingin menjual, juallah jangan dengan harga yang lebih murah, karena akan merusak harga penjual awal. Membajak karya orang itu masuk kepada kedzaliman. 

silakan mau lihat video lengkapnya di sini
 




2 comments

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)
  1. Maa syaa Allah sangat lengkap.Jazaakumullahu khayr sydah berbagi

    ReplyDelete
  2. Afwan mau tanya... terkait solusi jual beli emas secara online, apakah tidak mengapa jika pembeli dan penjual tidak hadir dalam satu majelis?

    ReplyDelete