curhatibu.com

Kisah Singkat Melahirkan Pertama

Jika ada satu episode kehidupan yang bisa diulang; mungkin saya akan memilih episode kehamilan dan persalinan. :') hehehe... 

Puncak kebahagiaan pasangan suami istri yang tengah menanti lahirnya buah hati adalah saat-saat meluncurnya buah hati dari rahim ke dunia luar; ya, sang buah hati telah lahir. Hal ini yang kami rasakan. Tangis haru tak lagi bisa terbendung, peluk dan cium; rasa bahagia, semuanya bercampur menjadi satu. Rasa sakit yang tadi dirasakan sudah tak lagi berasa. Berganti bunga-bunga kerinduan yang telah bermekaran bertemu yang dinanti. 

Sembilan bulan lebih dua pekan; atau sekitar 38 pekan masa kehamilan; adalah saat di mana berbagai perasaan bercampur aduk di dalamnya. Lumayan lama kami menanti hadirnya janin dalam rahim saya; hampir satu tahun pernikahan. Ikhtiar kami lakukan, pun doa. Tapi, satu yang menjadi kunci, saya rasa, adalah kepasrahan. Ya, kita menginginkan sesuatu, lalu berikhtiar mendapatkannya, ditambah doa. Tapi sayang, kita lupa bahwa semuanya hanya akan bekerja dengan izin Allah. Selama hampir setahun itu kami bekerja tanpa adanya kepasrahan pada keputusan Allah; hingga akhirnya Allah memberikan kami petunjuk. Entahlah.. Tapi, saya merasakan, bahwa Ramadhan lalu adalah saat di mana kami 'seolah' tidak lagi dirisaukan dengan lamanya kami beroleh keturunan, "Ya Allah, kami tetap berharap kepadaMu, tapi sungguh, kami pasrah, Engkau yang mengetahui terbaik untuk kami..."

Alhamdulillah, yang saya rasakan, saat puncak kepasrahan ada pada titik tertingginya, maka jalan keluar itu biasanya datang dengan sendirinya. Ya, Allah memberikan kabar gembira dengan dua garis merah pada test pack yang kami beli. Sebuah kabar yang telah lama kami nanti, dan kabar yang menggembirakan hati kami. Sungguh. 

Ya, perjalanan kehamilan kami mulai. Sungguh, kami merasa banyak sekali kemudahan yang Allah berikan kepada kami selama masa kehamilan, berikut persalinannya. Segala puji bagi Allah, syukur tak terhingga. Masa-masa ngidam tidak terlampau sulit kami lalui; pun suami bisa menghitung berapa kali saya muntah selama hamil. Tak perlu alergi makanan ini makanan itu, bahkan semua dilahap.

Alhamdulillah, Allah memberikan kekuatan yang luar biasa kepada janin di dalam rahim saya. Bahkan janin yang ada dalam rahim ini beberapa waktu lalu telah melakukan berbagai petualangan. :) dan jika tanpa kekuatan dari Allah, sungguh saatsaat ini tidak bisa saya dapati. Kami pernah berdua, saat usia 10 pekan, melakukan perjalanan ke Bandung, lalu naik mobil khas offroad, mengarungi jejalanan berbatu. Ya Allah, sungguh, benar-benar pasrah waktu itu. Lalu, saat usia 7 bulan mengarungi 12 jam perjalanan di bis, dari Jakarta-Bandung, dengan kondisi tidak bisa ke toilet dan terlambat makan. Belum lagi, perjalanan kami bertiga (saya, dedek janin dan suami) ke beberapa tempat di ibukota, misalnya ke TMII (naik kereta gantung, makan kelapa muda, ke pusat iptek liat dinosaurus, ke museum serangga dan ikan, dll), lalu ke Jakarta Utara naik busway putar-putar, ke kantor suami, ditemani suami lembur di kantor naik Commuter Line, lalu perjalanan ke Semarang juga, ke Jogjakarta menghadiri nikahan sahabat, Malioboro makan gudeg mahal, beli batik, makan wedang ronde, liat pertunjukan musik pinggir jalan, naik becak, ke masjid agung, ke benteng, naik taxi putar-putar, ke hotel, mau naik trans Jogja, ke pantai parangtritis lalu makan kelapa muda dan mie goreng, hihihi.. banyak sekali perjalanan kami selama kehamilan. Termasuk perjalanan pindahan kami dari satu kontrakan ke kontrakan lain karena habis masa waktu, hingga Allah mengaruniakan rumah yang kami tinggali saat ini. Juga, saat-saat suami benar-benar siaga menjemput saya pulang dari jemputan kantor; beliau selalu mengupayakan saya bisa shalat tepat waktu, sehingga rela menjemput di mana ada tempat yang ada masjid/musholanya. Alhamdulillah Allah menguatkan. 

Selama hamil, kami kontrol rutin ke klinik bersalin. Setiap bulan, lalu setiap dua pekan, kemudian setiap sepekan sekali; suami selalu ada menemani, tidak luput satu kalipun. Setiap ke sana, suami yang begitu aktif bertanya-tanya ke dokternya. Selesai periksa, kami beli kelapa muda, belanja makan, buah, jus, atau jalan-jalan ke BP, dll. :)

Alhamdulillah... :') lagi-lagi syukur yang terucap. Hingga ketika trisemester terakhir, perjalanan kami lebih seru. Waktu yang paling berat dalam menjalani kehamilan. Tapi, sangat menyenangkan kami rasakan; terutama pekan-pekan menuju persalinan. Setiap pagi suami menjadi instruktur senam hamil. Setiap pagi dan sore suami menjadi pengomando untuk saya jalan-jalan; ditemani suami dan aneka cerita-cerita yang tiada henti dalam setiap perjalanan kami. Kami masak, mencuci, bersih-bersih rumah, termasuk belajar untuk ujian. Hehehe.. Semua terasa menyenangkan; apalagi saat-saat saya sudah cuti. Makin terasa sayangnya suami pada saya. 

Dan detik detik itu tiba. Meski masih jauh dari HPL, yaitu sekitar dua pekan-an.; tapi entahlah, saya sudah ada feeling aja bakal lahir lebih cepat si dedek. Alhamdulillah, kabar itu datang. Pagi usai ditemani sarapan nasi pecel dengan suami di daerah ceger, saya jalan kaki pulang ke rumah, sedang suami langsung ngantor. Ya, itung-itung sekalian memenuhi jamlat jalan kaki hari itu. Pagi itu memang saya merasa mules-mules; bahkan sebelum pergi sarapan, sudah mules. Tapi, (saya pikir) ini mules biasa mau bab. hehe.. But, semua terasa berbeda tatkala sampai di rumah, saya mules lagi dan hendak ke toilet, dan tahulah saya bahwa ada flek keluar. Wew.. langsung agak panik. Apalagi suami katanya hari ini tugas di purnawarman; dan tadi juga sudah feeling hp baterainya ngedrop sehingga saya meminta nomor temennya. 

Well...qadarullah, saya coba sms suami dan telpon, benarlah hp drop, non aktif. Saya coba menenangkan diri, mencoba menghubungi nomor temennya, rupanya tidak nyambung juga. Wew.. oke, saya langsung sms dokter Kartika, dokter saya. Menanyakan hal tersebut, dan alhamdulillah beliau menanggapi dengan santai dan bilang nanti sore saja ke klinik tidak apa-apa. Setelah tenang beroleh balasan tersebut, saya coba lagi menghubungi suami, alhamdulillah, nyambung! Langsung saya ceritakan apa yang terjadi. Suami menawarkan untuk check up siang. Oke. 

Siang kami ke klinik. Dicek oleh bidan. Pembukaan Nol. Ditanya macem-macem tentang mules atau kontraksinya. Berapa durasinya, atau berapa lamanya. Dan saya bingung karena tidak kepikiran mencatat. 

Malamnya, kami kembali lagi; masih dengan mules-mules yang sama seperti orang bab. Hehe... dan dengan kondisi saya tidak tau apakah ini mules atau kontraksi mau melahirkan. Sudah mencoba mencatat, dan sudah tau seperti apa. Tapi masih belum ngeh apa bedanya. Diperiksa oleh dokter Kartika, dan hasilnya pembukaan satu. Saya senang! Lalu disuruh pulang dulu, kata beliau, "Ya, paling besok atau lusa lahir. Maksimal pekan depan lah.. Udah siap kan kalau tiba-tiba lahiran?"

Oke.. :D
Pulang dari dokter kartika, saya mulai mencatat lagi. Mules, catat. Mules, catat. Nah, pada saat itu saya sudah tidak kepikir mencatat kontraksi; karena yang ada adalah mules + kontraksi yang bebarengan. Catat tiap berapa menit sekali, dan catat berapa lama setiap mules; dengan tetap jalan kaki puter-puter rumah, dan sempat saya diajak senam hamil juga sama suami. Nah, saat saya perlihatkan hasil catatan kepada suami, beliau berkomentar, "Lho! ini koq udah 5 menit sekali mulesnya?" dan kita pun bersiap menuju klinik; pukul 11 malam.

Naik motor lagi..berdua-an saja; bertiga dengan debay di perut, sembari 5 menit sekali berpegangan lebih erat saat di boncengan, menahan sakit yang makin sakit. Alhamdulillah, jalanan lancar sekali. Iyalah, jam 11 malam. Kita ke klinik, bertemu mbak bidan. Dicek, rupanya pembukaan 1. Masih pembukaan 1. Ditawarin nginep atau pulang? Saya memilih pulang, supaya lebih nyaman.

Pulanglah kita; bersepeda motor lagi bersama suami; berdua saja, bertiga dengan debay yang masih saja kontraksi 5 menit sekali. Sampai rumah, kami istirahat. Saya disuruh langsung tidur; sedang suami masih sibuk mempersiapkan tas tambahan untuk dibawa esok waktu melahirkan.

Tidur bangun tidur bangun; sesekali mencatat waktu kontraksi, sesekali tertidur. Hingga akhirnya, setengah jam sebelum subuh, dan saat saya bangun, merasakan ada air yang keluar cukup banyak tak tertahan. Wew.. Langsung saya membangunkan suami. Oke, suami siaga langsung mengambil tas dan menyiapkan kendaraan. Lagi - motor kami. Berdua saja; bertiga bersama debay yang sebentar lagi akan bertemu kami.

Di klinik; langsung bertemu bidan, dicek; sementara suami shalat subuh di masjid terdekat. Oh, pembukaan 2. Well; baru pembukaan 2 juga. Langsung saya dibawa ke kamar rawat. Diinfus karena ketuban mrembes. Sakitnya makin menjadi. Hehe.. Bidan berpesan, "Kalau nanti rasanya ada yang kayak mau keluar, bilang kami ya!". Sekitar  jam 6; saya merasakan apa yang dikatakan mbak bidan. Langsung, suami bersegera lapor. Mbak bidan langsung mengecek, dan hasilnya : pembukaan 6; "Mari ke ruang bersalin". Ih wow.. Rasanya.."saya mau melahirkan ya.."

Di ruang bersalin, saya langsung berganti baju melahirkan. Masih dengan 5 menit sekali, dan lebih cepat; menahan kala kontraksi. Sembari menanti pembukaan lengkap. Bidan membawakan teh, dan makanan lain. Suami juga bersiaga dengan sari kurma; langsung menyuap-nyuapkan makanan itu.

Alhamdulillah, jam 8 pembukaan lengkap. Mulailah perjuangan mengejan yang melelahkan. Kontraksi sudah datang sering. Dan justru itu yang ditunggu; karena saya jadi bisa mengejan. Ada hal yang belum kami lakukan, yaitu latihan mengejan. Alhasil, pada saat itu dokter mengajari saya mengejan. Osh osh osh. Singkat cerita; perjuangan mengejan itu terasa indah. Mengapa? Karena suami selalu menemani di samping sembari mengucapkan kata-kata motivasinya. Karena suami tetap setia di samping, meski rambut dan tangan rela saya tarik-tarik kala menahan sakit kontraksi.

Detail kisahnya begitu indah; tak bisa tergambarkan dengan tulisan. Perasaan kala dokter mengatakan rambutnya si dedek udah nampak. Perasaan kala sudah tak terasa lagi guntingan bagian perineum untuk memudahkan jalan lahir. Perasaan kala 3 orangbidang mendorong dedek di perut.

Dan yang paling melegakan adalah saat ejan-an terakhir, lalu semuanya berteriak; kepalanya keluar! Saya yang antara lelah dan entahlah; sempat kemudian bergerak panik. Oleh dokter, "Tenang bu, sebentar..." dan benarlah, beberapa detik kemudian saya merasakan sesuatu keluar dari bawah, dan itu terasa begitu melegakan; plong.

"Dedek lahir, mi..." kata suami yang wajahnya sudah dipenuhi air mata bahagia. Peluk dan cium dari suami untukku yang masih kelelahan. Benarlah apa yang dibilang orang-orang : kalau sudah lahir, sudah lupa rasa sakit yang tadi. Si adek sudah lahir. Langsung dibersihkan, dan kami IMD, dan 2 jam kemudian pindah ke kamar rawat.

Di kamar rawat; suami yang mengurus semua keperluan; bahkan untuk urusan ke-ibu-an :') Pergi ke sana ke mari untuk membeli popok, membeli ini itu. Menyuapi, mengambilkan minum, mengantar ke kamar mandi, bla bla bla. Hingga akhirnya sore hari tertidur kelelahan. :') 


3 comments

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)
  1. Semoga menjadi anak yang sholeh/ah ya mbak,membanggakan kedua orang tuanya di dunia dan akhirat ,selamat utk kelahiran anak pertamanya :)

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete