Secara umum, surat at takatsur
memuat 3 peringatan. Pertama : Allah
berfirman pada ayat 1 dan 2, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai
kamu masuk ke dalam kubur”. Isinya adalah peringatan dari kelalaian akibat
bermegah-megahan/berbangga-banggaan/bersombong-sombongan terhadap perkara
dunia. Kedua : Allah berfirman pada ayat 3 s.d 7, yang intinya adalah
peringatan akan adanya siksa di neraka jahannam; yaitu untuk mereka yang
dilalaikan dari ibadah kepada Allah karena hal-hal duniawi. Ketiga : Allah
berfirman pada ayat 8, yang artinya “Ini peringatan bahwa nanti pada hari
kiamat itu ada pertanyaan tentang nikmat yang kita rasakan selama ini”
Tafsir Ayat 1 : Alhaakumuttakaatsur à Alhaakum
(Telah melalaikan kalian), At Takatsur (Saling berbangga-banggaan). Allah
menjelaskan bahwa kalian itu telah lalai. Siapa yang lalai? Banyak! Kita juga
sangat mungkin termasuk ke dalamnya. Orang yang lalai disbanding dengan orang
yang tidak lalai adalah sebagai berikut
Disebutkan dalam Sebuah hadits qudsi,
“Allah pada hari kiamat memanggil Nabi Adam, ‘Ya Adam’. Kata Adam, ‘Ya Allah,
saya dengar panggilanmu, dan aku memohon kepadamu, dan segala kebaikan ada di
tanganMu!’. Allah menyampaikan perintah, ‘wahai Adam, tolong pilahkan
orang-orang calon penghuni neraka (di hari kiamat nanti)’. Adam menjawab, ‘Berapa
calon penghuni neraka tersebut, wahai Rabbi?’. Allah berkata, ‘Wahai Adam,
tolong pilahkan dari setiap 1000 orang, pilahkan 999 orang sebagai calon
penghuni neraka’.
Hadits tersebut menggambarkan
penghuni neraka lebih banyak; berarti yang lalai pastinya juga lebih banyak
dari yang tidak lalai. Semoga kita termasuk yang tidak lalai.
Apa yang menyebabkan 999 dari 1000 lalai? Inilah yang disebutkan
dalam surat at takatsur, yaitu akibat bermegah-megahan.
At takatsur berasal dari kata yang
artinya banyak. At takatsur artinya berbangga-bangga, bermegah-megah,
bersombong-sombong dengan sesuatu yang banyak yang kita miliki. Yang menjadi
titik tekan di sini adalah megah, sombong, bangga-bangganya; bukan banyaknya.
Lalu apa yang dibanggakan? Allah tidak menyebutkan secara spesifik
objek yang dibangga-banggakan. Nah, berarti dalam hal ini, yang dibangga-banggakan
adalah semua hal; apakah harta,
jabatan, rumah, kendaraan, pakaian, kepandaian/ilmu, amal, anak, istri, dll. Bukan
pada banyaknya hal-hal tersebut, melainkan pada niat mengapa memiliki banyak
hal tersebut.
Bisa saja banyak anak; tapi
kemudian apa niatnya? Apakah untuk mempraktekkan hadits nabi yang suka
keturunan banyak? Atau sekedar untuk pamer atau berlomba-lomba-an banyak-banyakan
anak?
“Wahai manusia, sesungguhnya
hartamu yang sebenarnya adalah 1. Makanan yang kamu makan, setelah itu habis;
2. Pakaian yang kamu kenakan, setelah itu akan usang; atau 3. Harta yang engkau
sedekahkan, kemudian manfaatnya engkau abadikan untuk hari kiamat. Hartamu Cuma
3 itu, sedangkan yang lain adalah milik orang lain (ahli waris)”
Nabi mengingatkan dalam sebuah
hadits, “Jenazah pergi ke kuburan, diikuti oleh 3. Dua dari tiga akan pulang,
dan tersisa satu. Tiga-tiganya adalah 1. Keluarga; 2. Harta; 3. Amalnya. Dua
yang pulang adalah 1. Keluarga; 2. Harta. Yang satu tersisa menemaninya adalah
Amalnya”
Maka untuk apa kita
membangga-banggakan apa yang kita miliki? Sungguh, manusia itu rakus terhadap
harta. Kata Nabi, “Kalau misalnya anak Adam dikasih sama Allah harta yang
banyaknya dua lembah, pasti dia akan minta lembah yang ketiga!” itulah manusia,
selalu merasa kurang. Perlu ditekankan lagi; yang
tercela adalah berbangga-bangganya. Sedang jika ada orang yang mengumpulkan
harta, untuk diinfakkan di jalan-jalan kebaikan, bukan untuk disombongkan;
justru harta yang demikian yang akan menghantarkanya ke surga.
Allah mengingatkan, “wahai orang
beriman, jangan sampai harta kalian, anak kalian, melalaikan kalian dari dzikir
kepada Allah”
Proses seseorang menjadi lalai
atas hartanya itu biasanya sedikit demi sedikit. Awalnya masih sering berangkat
ke masjid sebelum adzan. Lalu saat harta ditambah lagi, mulailah dia menunda.
Baru berangkat pas adzan. Ditambah orderan lagi, lumayan 5 menit antara adzan –
iqamah untuk mengerjakan pesanan. Teruuus begitu, sampai akhirnya shalat di
rumah. Dan lama-lama shalat dilupakan sama sekali.
Berhati-hatilah saat kita mulai
ditambah rizki oleh Allah. Jika itu berakibat kualitas ibadah koq makin turun,
buru-buru kembali ditingkatkan. Jangan sampai keberlanjutan, akan lebih sulit
untuk bisa ibadah karena rizki yang diberi Allah tersebut.
Sumber : di sini
Post a Comment