curhatibu.com

Anak, Sang Penerus Amal


"Ya itu, Mbak.. Supaya kita ada penerus..."

Obrolan pagi di mobil jemputan. Penerus generasi. Yah. Siapa lah pasangan suami istri yang tidak menginginkan hadirnya anak-anak keturunan dalam kehidupan mereka. Pastilah kita ingin. Meski terkadang, apa yang kita ingin tidak begitu mudahnya kita dapat. Ya, karena yang ngasih lebih tahu kapan waktu yang tepat untuk kita. 

Kehadiran anak keturunan memang sangat dinanti. Merekalah yang akan menjadi penerus kita. Penerus generasi. Mereka yang akan menjadi pewaris, mewarisi apa-apa yang telah kita peroleh. 

Nah, ini yang menarik, dan bisa jadi sangat membedakan cita-cita seorang dan orang lainnya saat mengharapkan kehadiran keturunan. Sebagian menganggap keturunan adalah penerus generasi. Jangan sampai putus generasi, lalu nama kita hilang bak ditelan bumi, sebagaimana jasad yang hancur merata dengan tanah. Keturunan juga adalah pewaris kita; pewaris harta yang telah kita upayakan banting tulang pagi siang malam; "Ini harta buat kalian semua, Anak-Anakku", lalu dibuatlah surat waris segala rupa.

Namun, sebagian yang lain, juga memiliki niatan yang sama meski berbeda : anak sebagai penerus, dan anak sebagai pewaris. Anak sebagai penerus; penerus amal. Anak sebagai pewaris; pewaris ilmu. 

Ada sebuah harapan besar saat saya menulis ini; bahwa anak-anak keturunan kita nantinya haruslah kita target menjadi penerus amal dan pewaris ilmu kita! Mengapa? Karena amal dan ilmu itulah yang tak akan pernah terputus, utamanya setelah kita meninggal. Bukan sekedar ketakutan hilangnya nama kita dari muka bumi, dan bukan sekedar mengurus surat waris yang seringnya membawa hawa kedengkian satu sama lain.  

Sebagai penerus amal; kerap kita temui amalan orang tua yang dilakukan juga oleh sang anak. Orang tua yang dermawan, suka mengundang tetangga, anak-anak, fakir miskin datang ke rumah untuk sekedar makan bersama; biasanya anak-anaknya nanti juga suka melakukan hal tersebut. Orang tua yang pekerja keras, suka bangun pagi, rajin; biasanya sang anak juga terbiasakan untuk disiplin dan pekerja keras. Orang tua yang kreatif, inovatif, suka membuat sesuatu yang baru; biasanya sang anak juga tertular untuk melakukan hal yang sama. Orang tua yang suka mengajar ngaji, biasanya anak juga punya keinginan untuk mengaji, dst. Begitulah.

Sebagai pewaris ilmu; ini yang juga tak kalah penting. Satu ilmu yang kita ajarkan, lalu diamalkan, pahala akan terus mengalir tanpa mengurangi pahala yang mengamalkan, dan tanpa dikurang-kurangi. Bayangkan saja, kita mengajarkan surat al fatihah saja kepada anak, lalu setiap ia sholat selalu membaca al fatihah. Dalam setahun saja, udah berapa alfatihah yang dibacanya. Makanya ada yang bilang ke saya, "Jangan sampai yang mengajarkan Al Fatihah pertama kepada anak kita itu bukan kita!". Banyak ilmu yang bisa kita wariskan. Kita ajarkan anak kita membaca Qur'an, lalu membaca alphabet, dst. Jadikanlah anak kita sebagai pewaris sebanyak-banyaknya ilmu yang kita punya. Karena hal itu menjadi sangu; bekal untuk kita nanti. Ingat, bekal untuk kita nanti. Jadi bukan cuma bekal untuk anak kita; tapi justru bekal untuk kita di kehidupan nanti.

Luar biasa bukan? Yuk ah.. sama-sama kita berbekal untuk mempersiapkan diri memberikan bekal kepada anak-anak kita, supaya nantinya kita punya bekal yang cukup setelah mati. Hehehe... 

"Rabbana hablana minladunka dzurriyatiy thoiyyibah"
"Rabbana hablana minassholihin"
"Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a'yun waj'alna lil muttaqina imaama"

Teringat sebuah artikel dari Ust Jamil Azaini : ada 3 investasi yang sangat wajib kita miliki, yaitu anak yang sholeh yang mendoakan orang tuanya, harta yang menjadi jariyah, serta ilmu yang bermanfaat. Yuk, jika bisa salah satunya, silakan pilih; suatu karunia lagi jika ketiganya bisa kita upayakan. 

1 comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)