curhatibu.com

Perjalanan Menjemput Cinta


windy alif sin & andi nun syin
Kata Murabbi, "Kita akan tetap berada pada sebuah ruang gelap, hingga kita kemudian mengetahui ia adalah si penyampai mahar itu"

Ya, ruang gelap. Betapa kita tidak pernah tau tiga hal; rezeki, jodoh, dan mati. Terkait berapa dan darimana datangnya rezeki kita; siapa dan kapan berlabuh cinta kita; dan kapan, dimana, dan bagaimana kematian menjemput kita.

Terkait jodoh, maka meski ia ada di pelupuk mata, tak akan sampai kita menemukan bayangnya. Pun, untuk sejoli yang telah menghabiskan waktu pacaran bertahun-tahun, sesungguhnya tak bisa menjamin bahwa si do'i adalah jodoh kita.
Bahkan sebenarnya, untuk dia yang sudah menjadi suami/istri kita, belum tentu jodoh kita. Wallahu alam. Ini misteri. Allah yang tahu.

Lalu, bagaimana semestinya kita menjemput jodoh? Apakah dengan biro jodoh? Atau pacaran? Atau ikut acara televisi? Entahlah. Terserah saja. Tapi, agama kita yang sedemikian sempurna sudah pasti telah mengatur bagaimana tata caranya.
--------------------------------------------------------
Saya baru pertama kali itu mendengar namanya disebut, nama Si Mas.

Namun, entah kenapa, hati sedemikian yakin melanjutkan proses. Kuasa Allah yang membolak-balik hati. Esok paginya, langsung dari Otista saya menuju ke Bintaro. Pilihan tertuju pada P44, hingga turun di Ciledug, dan naik angkot menuju Bintaro. Langsung saya datang ke rumah murabbi, mengambil proposal dari seorang ikhwan.

Saya ingat sekali dengan percakapan kami malam itu, lewat telepon, "Win, ini saya udah dapat proposal dari ikhwan yang mau proses sama anti. Besok pagi bisa datang ke rumah ga? Tapi, besok saya mau ke rumah mertua pagi-pagi, jadi nanti kalau ternyata saya udah berangkat, proposal saya taruh di depan rumah ya!"

Saya, diam sejenak, mendengar kabar yang sedemikian cepatnya, yaitu sepekan sejak saya menyampaikan proposal sejenis. Mencoba mencerna apa yang sedang disampaikan oleh murabbi saya ini. Hingga lalu, sang murabbi tanya lagi, "Kamu ga pengen tahu namanya?"

"Eh?", saya kaget, "terserah Umi saja, apakah mau dikasih tahu namanya atau tidak."
"Oh. oke. Namanya, Nur Syamsudin. Kenal ga, Win?", tanya umi lagi.

Saya yang mendengar nama itu (untuk yang pertama kalinya) menjawab pertanyaan dengan perlahan, sembari mengatur hati, "Saya ga kenal, Umi."

"Lho, koq ga kenal? Katanya, yang suka membantu-bantu di RQ." umi seakan tidak percaya
"Iya, Umi. Ga kenal. Baru tahu ini," saya menegaskan.
"Oh ya udah. Hehe... Pas saya baca proposalnya, bener-bener mirip ama proposalmu lho, Win!"
"Ah? Masak sih, Umi? Mirip gimana?" tanyaku
"Iya, cara ngomongnya. Beliau juga suka nulis. Ada blognya. Ntar saya kasih alamatnya deh. Bedanya itu, kalau beliau menjabarkan sesuatu dengan sesuatu, jadi harus mikir dulu. Kalau kamu, menjabarkannya dengan lugas, apa yang dimaksud, ga perlu mikir-mikir dua kali."

Saya, menyimak. Masih mengatur hati.

"Ya udah win, besok ambil proposalnya ke rumah ya. Insya Allah saya akan mendampingimu dalam proses ini.", kata Umi, menentramkan. Saya haru dibuatnya.

Malam itu, saya memastikan bahwa hati saya condong untuk melanjutkan proses. Terlepas bahwa saya baru sekali itu mengetahui namanya. Lagi-lagi, mungkin ini jawaban dari Allah. Benarlah, bertanyalah pada Allah, sandarkan semua pada Allah. Melalui ketaqwaan. Kemudian, istikharah, adalah saat di mana kita berani menerima keputusan Allah. Keputusan apakah istikharah kita dijawab; Keputusan jawaban apa yang akan diberikan; Keputusan apakah jawaban Allah adalah sesuai dengan ingin kita, atau tidak.

"Win, kalau memang tidak ada hal-hal syar'i yang signifikan, teruskanlah prosesnya." pesan murabbiku lagi.

Ya, setidaknya, karena melihat pengalaman bahwa seringnya, akhwat dan ikhwan mempunyai kriteria yang sangat ribet untuk pasangan pilihannya. Hal ini kadang justru mempersulit dirinya sendiri dalam menjemput jodoh. Yang pertama, karena tidak ada manusia yang sempurna; yang kedua, karena bisa jadi kita sebenarnya tidak lebih tau karakter pendamping seperti apa yang kita harapkan. Maka, berpikirlah sederhana, simpel. Tidak perlu banyak syarat. Selama syarat utama dipenuhi, yang lain bisa disesuaikan. Syarat utama misalnya Islam; Berorientasi Dakwah. Dan hal yang paling penting adalah komunikasi kepada orang tua. Karena tidak jarang, proses itu gagal karena ketidaksepakatan dari orang tua. Entah karena kaget tiba-tiba ada yang melamar; atau meragukan kemampuan si anak dalam menyempurna dien; atau yang lebih parah jika masih berpegang pada mitos-mitos kejawen.

Oke, balik lagi ke kisah.
Senja hari berikutnya, kami ta'aruf. Cepat? Ya. Usai mengambil proposal dari rumah umi yang ternyata sudah berangkat ke rumah mertua beliau, saya langsung membaca di tempat. Membaca apa yang tertulis di proposal, secara cepat. Sambil sesekali tersenyum, menyadar bahwa benar apa yang dikatakan umi. Bahwa membaca proposal ini seolah membaca milik saya. Banyak kemiripan sifat, dan kecenderungan. Halaman terakhir, ada foto beliau. Dan lagi-lagi, saya tersenyum. Kali ini entah mengapa. Mungkin, tersenyum karena sama sekali tak pernah melihat siapa yang biodatanya ada di tangan saya. Dan juga tersenyum karena merasa ada kemiripan, pun di fotonya. *ups, jaga hati, proses masih panjang.

Saya beranjak dari rumah umi menuju Masjid Baitul Maal (sebelumnya, liqa dulu). Masjid yang teramat punya sejarah besar untukku. Mengawal dan mengakhiri perjalanan di kampus, adalah bersama masjid ini. Pun perjuangan selama ini, lebih banyak dengannya. Meski saya tidak banyak berkontribusi, saya sangat bersyukur, banyak ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan dari masjid ini. Termasuk, alangkah tenang dan sejuknya berdiam sejenak dari aktivitas di lantai 2 masjid. Sehingga kemudian membuat saya menyelesaikan penulisan proposal di masjid ini pula. Berharap berkah. Maka, saya sejenak ingin pula menghampiri rumah Allah ini.

Alhamdulillah, sepi. Ini yang kusuka. Bisa menyendiri. Saya menunaikan beberapa rakaat shalat sunnah. Lalu berdoa sembari menyampaikan proposal ikhwan itu, "Ya Allah, ini ada proposal, dari seorang ikhwan. Engkau yang lebih tahu yang terbaik untukku. Jika kelanjutan proses ini membawa kebaikan bagi agama kami, bagi kehidupan kami, bagi akhirat kami, maka mudahkanlah prosesnya, Ya Allah"

Lalu, lagi, kutunaikan beberapa rakaat shalat sunnah. Kali ini, kembali bermunajat meyakin, "Ya Allah, tidak ada hal syar'i yang dapat menjadi satu dua alasan saya menolak proposal ini. Maka, mohon mudahkan ya Allah"

Saya langsung mengambil Hp. Allah yang memberi keyakinan, membolak-balik hati. Maka, sore itu, saya mengirimkan sms ke umi, "Umi, insyaAllah tidak ada yang membuat saya tidak melanjutkan proses ini, maka insyaAllah saya akan lanjut"

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan orang tua? Ya, beberapa saat dalam perjalanan menuju Masjid Baitul Maal, saya menelepon Bapak. Menyampaikan, bahwa ada seorang lelaki yang bermaksud untuk berproses menuju pernikahan. Maka, suatu kesyukuran bagi saya adalah bahwa Bapak menyambut bahagia. Begitupun kakakku, juga sangat mendukung. Maka, perlu komunikasi. Jika menjadi pembuka (alias belum ada anggota keluarga menggunakan syariat islam dalam proses menikah) semestinya memang proses komunikasi dilakukan sejak jauh hari. Bahkan, sebelum ada seorang ikhwan yang mengajukan proposal.

Malam itu, umi langsung menawarkan, membalas sms yang saya kirimkan, "Oke, berarti besok siap ta'aruf ya?"

Ha? Kaget. Bahkan, saya pikir, masih akan ta'aruf pekan depan. Rupanya, langsung ditembak untuk ta'aruf keesokan harinya. Baiklah.

Malam yang menegangkan untuk saya. Sementara al ikhwan bahkan belum tahu bahwa besok sore akan ada proses ta'aruf. Malam itu saya tetap melaksanakan shalat istikharah. Memohon keyakinan pada Allah. Memohon kesiapan terbaik.

Waktu ta'aruf nya masih belum pasti. Menunggu kedatangan Umi. Bahkan umi sempat bilang kalau beliau tidak bisa menemani, dan akan diwakilkan kepada ummahat yang lain. Namun, akhirnya, umi mengupayakan untuk bisa hadir. Sehingga waktu ta'aruf nya menyesuaikan kedatangan umi.

"Kalau sore gimana, win? Besok kerja langsung dari bintaro aja, ga papa?" tawaran dari umi.

Awalnya, saya sedikit keberatan. Akan sulit berangkat dari bintaro kalau naik kendaraan umum. Maka, Alhamdulillah, Allah membersamakan saya dengan Ukh Naa. Beliau membawa motor. Maka, mau tidak mau, beliau adalah temen yang pertama mengetahui proses ini. Senin pagi saya bisa berangkat naik motor ke Lapangan Banteng bersama Ukh Naa.

Al Ikhwan baru mengetahui acara ta'aruf adalah pagi harinya. Ya, pagi hari pada hari ta'aruf. Wallahu alam hingga kemudian Allah menyiapkan beliau.

Sore itu, di majelis itu, di rumah murabbi saya. Saya duduk berdampingan dengan umi. Sedangkan al ikhwan bersama suami umi dan murabbi ikhwan, di seberang hijab.

Proses ta'aruf bisa menjadi proses yang simpel, atau bisa menjadi proses yang beribet. Banyak tipenya. Ada yang menyiapkan sekian list pertanyaan, hingga memakan waktu berjam-jam. Atau ada juga yang tidak menyiapkan pertanyaan sama sekali, sehingga hanya berlangsung kurang dari satu jam.

"Ini gimana ya, koq jadi sepi. Malah kita yang banyak ngomong ya?", ujar murabbi.

Hehe.. dan kami, adalah contoh yang kedua. Entah karena terlalu cepat pemberitahuan proses ta'aruf, atau karena cukup dengan membaca proposal kami sudah bisa saling mengenal, dan tak perlu lagi ada pertanyaan. Begitu, seperti pesan dari murabbi al ikhwan, "Pertanyaannya yang kamu anggap kurang jelas di proposal aja. Untuk hal lain kehidupan nantinya, insyaAllah bisa dibahas lebih lanjut nanti setelah menikah"

Well.. Tak perlu waktu lama. Kesepakatan berikutnya adalah menentukan tanggal khitbah, orang tua ikhwan datang ke rumah saya. Dan, tanggal 23 Juni menjadi pilihan, tiga pekan sejak hari itu (3 Juni 2012). Sebenarnya murabbi ingin lebih cepat. Namun, sayangnya, pekan berikutnya saya harus diklat "Motivation Building" di kawasan hutan di Megamendung. Maka baru bisa pekan berikutnya.

Khitbah. Ia menjadi suatu kunci bagi sang akhwat untuk tidak menerima pinangan dari lelaki lain, dan juga bagi ikhwan untuk tidak meminang wanita lain. Khitbah sederhana saja. Cukup pernyataan dari pihak lelaki terkait niatnya meminang wanita. Tidak perlu ada ritual khusus, seperti tukar cincin, dsb.

Pada tanggal khitbah itu, juga disepakati tanggal pernikahan. Mengingat waktu itu adalah bulan sya'ban (akhir), dan sebentar lagi adalah ramadhan juga. Maka, termasuk pertimbangan persiapan dana dan sebagainya, tanggal akad nikah disepakati tanggal 2 September 2012. Jika dihitung sejak ta'aruf, kurang lebih ada 3 bulan waktu yang dibutuhkan.

Tiga bulan bukan waktu yang singkat. Lama, terutama dalam hal penjagaan hati. Namun, alhamdulillah, waktu yang ada, insyaAllah sangatlah cukup untuk mempersiapkan ilmu dan ruhiyah. Waktu-waktu itu adalah sangat sensitif. Akan banyak prasangka, ketakutan, kekhawatiran. Maka, banyak-banyaklah berdekat dengan Allah. Serahkan semuanya pada Allah. Toh, kita tak bisa berbuat apa-apa jika Allah telah berkehendak.

Komunikasi kami selama ini dilakukan melalui email. Kenapa tidak lewat telepon? Hanya khawatir mengganggu hati. Tak mengapa. :)

Oke, alhamdulillah. Benarlah apa yang disampaikan dalam hadits, salah satu dari tiga orang yang akan mendapat pertolongan Allah adalah seorang yang menikah. Maka, segala keperluan, terutama permasalahan dana, tercukupi, dengan caraNya yang tak terduga. Rezeki datang dari arah yang tiada disangka. Hanya Allah yang berkuasa atasnya.

Maka, tanggal itu, 2 September 2012, kami menyempurna separo dien. Melalui sederhananya kalimat akad, dan khusyu' nya lelangit yang memandang syahdu. Semoga berkah.

Dan berikutnya, kami bersiap mengiring jalan penuh uji dari Illahi. Uji bahagia, uji tangis tawa. Semuanya. Mohon doanya, semoga berkah.

Saya ingat pesan dari guru ngaji, "Semakin cepat, semakin baik. Semakin berkah, insyaAllah"


Saya sempurnakan postingan ini, dengan tulisan beberapa hari setelah akad terucap : silakan di sini 

4 comments

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)
  1. mba wind... >______<
    sayang bgt dlu g bs k nikahan mba wind. maaf ya mba :(((

    ReplyDelete
  2. naris... :') ndak papa naris.. penting kan doanya yak.. kapan ke jakarta lagi? maen lah ntar ke kontrakanku.. hehe.... di bintaro :D

    ReplyDelete
  3. iya, pasti :)
    d bintaro dmn nya mba?

    ReplyDelete