curhatibu.com

Positive Parenting - Sebuah Cerita Ringkas Bedah Buku bersama Ust. Muh. Fauzil Adhim

9 Agustus 2012
Tercapai juga keinginan yang terbersit untuk ikut bedah buku ini. Meski sempat terlupa, Allah berbaik hati mengingatkan melalui seorang kawan, dan ditambah dengan ajakan dua orang kawan. Alhamdulillah. Sempat keinginan itu terganjal dengan agenda kantor bernama "konser" yang waktunya bertepatan dengan dimulainya acara bedah buku. Tapi, lagi-lagi, mungkin Allah ingin saya mendapatkan materi ini. Hehe...

Oke, langsung saja ya...
Bedah buku ini diselenggarakan oleh Perpustakaan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dalam rangka menyemarakkan bulan suci Ramadhan. Ya, salah satu poin acara yang disusun oleh Bintal Islam DJA. Nah, materi yang diusung juga menarik, sangat menarik. Terlebih karena konsumen yang akan dipastikan turut bergabung adalah ayah-bunda, bapak-ibu, umi-abi, dsb. Ya, minimal, mereka yang sudah merasakan pengalaman "parenting", sesuai dengan buku yang akan dibedah. 

Lalu saya? Saya dan beberapa teman tertarik ingin mempersiapkan ilmu sebelum nantinya terjun ke dunia tersebut, insyaAllah. Ya, emang benar sih. Nanti saja jelaskan. 

Balik lagi, judul buku yang dibedah adalah "Positive Parenting" karya Muhammad Fauzil Adhim. Yang membahas langsung dari pengarangnya. Hehe.. Sang Ustadz diterjunkan langsung. (terjun mulu ya dari tadi?)

"Saya," kata ustadz membuka pembahasan, "baru mempunyai anak tujuh." Nah lho, baru mempunyai anak tujuh. Catat ya, BARU. 

"Awalnya sih, tidak ingin punya anak banyak-banyak, ya tiga cukup lah...", kata beliau melanjutkan. 
"Tapi, rupanya, kalau cuma tiga sepi. Jadi, alhamdulillah jadi tujuh!"

"Mengapa banyak? Karena saya ingin mendapatkan doa dari anak yang sholeh, terutama nanti ketika sudah meninggal."

Kami, yang hadir masih terdiam. Setelah sebelumnya takjub dengan kalimat awalnya. 
"Doa seorang anak kepada orang tuanya itu seperti ini, 'Rabbighfirli waliwaalidaiyya warhamhumaa kamaa rabbayani shagiira'. Doa inilah yang akan senantiasa kita harapkan hadir dari anak-anak kita, untuk kita. Makin banyak anak, makin banyak yang mendoakan."

"Tapi, ingat. Doa anak itu bersyarat!", terdiam sejenak. 

"Maksudnya, dalam doa tersebut ada kata kamaa rabbayani shaghiira, sebagaimana mereka menyayangiku sejak kecil. Ingat, sebagaimana. Makanya, saya mohon maaf, minta ampun pada Allah, jika rupanya ketika anak pertama dan kedua lahir, kami belum paham dengan bagaimana cara mendidik anak. Agak khawatir, sungguh, sangat khawatir bahkan. Jika, dengan cara kita mendidik anak tersebut rupanya tidak benar. Cara menyayangi kita tidak sesuai fitrah seorang anak, dan sebagainya. Karena doa anak kepada Allah, untuk kita itu, adalah agar Allah menyayangi kita sebagaimana kita menyayangi anak kita. Kalau cara menyayanginya salah, apalagi seperti jaman sekarang bahkan anak lebih disayang oleh khadimat daripada orang tuanya sendiri. Ingat bahwa kata waliwaalidaiyya itu tidak melulu terbatas pada orang tua kandung. Jadi memang butuh perhatian khusus terkait hal ini"

Lalu Bagaimana Cara Mendidik Anak? 
Jawabnya adalah positive parenting

- "Dan Tuhanmu, agungkanlah" (Al Muddatsir:3)
  • Dan Tuhanmu, agungkanlah : Tanamkan kepada anak untuk mengagungkan Allah, dalam setiap yang kita lakukan, dan pastikan bahwa meraih ridha Allah sebagai tujuan hidup. Dengan begitu, setiap anak akan bersungguh-sungguh (ber-himmah) dalam meraih setiap prestasi dalam hidupnya, karena Allah yang memerintahkan demikian.
  • Dan Tuhanmu, agungkanlah : Kami belajar iman sebelum belajar Al Qur'an, kemudian kami belajar Al Qur'an sehingga bertambahlah iman kami.Maka sudah semestinya, kita sebagai orang tua harus menanamkan iman ini pertama kalinya kepada anak. Sehingga, dengan tertanamnya iman, maka setiap si anak belajar Al Qur'an, akan bertambahlah imannya. Bukan seperti orang awam yang membaca Al Qur'an dengan tanpa bertambah keimanan, hanya sekedar lalu. Pertanyaan, apakah kita sudah mengajarkan iman dan Al-Qur'an kepada mereka, atau kita sibuk menyiapkan kursus bahasa inggris, jepang, prancis, dsb, dan melupakan penanaman iman dan Al-Quran.
  • Dan Tuhanmu, agungkanlah : Tiada daya dan upaya kecuali oleh Allah, bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu. Yakinkan bahwa setiap perkara adalah kuasa Allah yang mengatur. Hal ini akan membuat si anak tidak merasa bahwa kehebatan manusia membangun gedung bertingkat, dan sebagainya adalah sehebat-hebatnya manusia, dan tidak ada di atasnya. Yakinkan bahwa itu semua adalah kuasa Allah yang menegakkan gedung itu. Bahkan, dalam sedetik saja, bisa saja Allah menghancurkan gedung-gedung itu, misal melalui gempa. Setelah yakin semua adalah kuasa Allah, jangan lupa sampaikan bahwa tugas kita sebagai manusia adalah bersungguh-sungguh meraih apa yang ingin kita dapatkan, apa yang bermanfaat untuk kita. Berhenti pada kalimat awal saja, akan membuat si anak melalaikan bahwa kesungguhan kita adalah yang akan membuat semuanya bisa terjadi. Nah, setelah bersungguh-sungguh, maka pasti ada konsekuensi. Apakah harus mengorbankan waktu istirahat, dsb, atau kadang mengalami kegagalan, dan seterusnya, yakinkan bahwa janganlah kamu merasa lemah, karena ada Allah. Ya, karena ada Allah. Cukuplah Allah sebagai pemelihara. 
  • Dan Tuhanmu, agungkanlah : seharusnya seluruh apa yang kita kerjakan adalah untuk Allah, untuk menolong agama Allah. Apapun. Menolong agama Allah bukan melulu berceramah. Menolong agama Allah itu adalah berada pada suatu posisi yang jika tidak ada orang baik di dalamnya, akan hancurlah urusan tersebut. Kira-kira demikian. Maka, tanamkan kepada anak untuk mencari fardhu kifayah selain dari menguburkan jenazah. Banyak hal. Dan ini adalah lebih utama daripada sunnah. 
  • Dan Tuhanmu, agungkanlah : tak layak untuk kita menghina af'al Allah. Maka, bersyukurlah dengan setiap yang diberikan Allah. Dan jangan pernah merendahkannya. Misalnya terkait bentuk diri atau teman, dst. 
- Berdoalah pada Allah
  • Taqwa : Jalan keluar dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Bertaqwalah pada Allah, dan ajarkan perintah taqwa ini kepada anak. Maka, bisa jadi kita akan mendapati anak-anak kita yang pagi-pagi menangis karena tidak dibangunkan shalat tahajud di malam hari. Subhanallah. Rabbi habli minashshalihin - Rabb, anugrahkan kami keturunan yang shaleh.
- Bangkitkan semangat anak melalui kisah-kisah. Kisah nyata akan lebih membekas, misal shirah.

- Tumbuhkan kecintaan membaca, karena ini adalah perintah pertama sebelum Allah memerintahkan shalat, zakat, dsb

- Perhatikan adab. Adab terkait akhlaq. Akhlaq ini adalah perilaku yang timbul secara spontan karena sudah tertanam dalam hati. Maka, tumbuhkan akhlaq baik, bukan sekedar pembiasaan. Akhlaq baik, artinya dia paham benar mengapa harus shalat, mengapa harus berbakti, mengapa harus disiplin, sopan, dst. Pembiasaan? Bisa jadi muncul karena aturan-aturan, tanpa ada penanaman amal yang diwajibkan itu. Misalnya wajib puasa senin kamis di pondok, tapi setelah keluar pondok, boro2 puasa, iman-nya saja senin kamis. Begitu seterusnya. Terkait shalat juga. sebelum mengajari anak shalat pada usia 7 tahun, kita harus menanamkan dulu kepada anak mengapa kita shalat, apa enak shalat, dst. Sehingga, ketika usia 7 tahun sudah bisa diajari dan diajak shalat. Dan usia 10 tahun, sudah tidak perlu lagi dipaksa shalat. Ingat, 7 tahun, dan 10 tahun. Itu yang diajarkan Rasul. 

- Konsistenlah dengan aturan dan batasan yang telah kita buat dan sepakati.

Itu aja ya. 
Ah ya, ada yang kurang, coba buka An Nisa ayat 9

"Dan hendaklah takut (kepada ALlah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar"

Harusnya, kita takut dan khawatir kalau tidak bisa mendidik anak dengan baik. Jangan tenang-tenang saja dan merasa sudah ayem jika anak sudah sekolah, bisa baca tulis.
Harusnya, kita itu bertaqwa kepada ALlah, dan berdoa pada Allah serta berupaya mendidik anak kepada jalan taqwa.
Harusnya, kita berbicara baik pada anak-anak kita. Baik dalam mengingatkan, menasehati, memotivasi, dst. 

Hm... itu saja.
Btw, resume nya berasa masih nggantung. Serius deh. Mungkin karena kehilangan konsentrasi di beberapa bagian, dan terbatasnya kertas untuk mencatat. Hufh.. Harusnya lebih persiapan kalau ada kajian kaya gini, terutama adalah buku untuk mencatat. 

Nah, berhubung ini sangat tidak memadai untuk menjelaskan kajian kemarin, apalagi menjelaskan buku Positive Parenting ini, silakan langsung aja cek TKP buku ini! Hehe... Saya, alhamdulillah, kemarin dapat rizki, jadi bisa langsung beli. Tapi, berhubung bukunya kemarin nitip ditandatangani ustadz, belum balik sampai sekarang. Jadinya tidak bisa komprehensif menjelaskannya. Okeeey!

Sekian. Alhamdulillah,:)

1 comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)
  1. Makasih mbak.. Alhamdulillah manfaat. Jadi pengen beli bukunya hihi

    ReplyDelete