Untuk sahabat perjuangan, yang menemani dalam satu episode hidupku yang bermakna

"Sapaanku pada satu jeda lepas isya lalu

Tertahan

Tak menciptakan percakapan

Aku menginginkan cerita

Tapi kamu justru seseorang yang hanya memberikan jawaban

Hingga keinginan itu menguap

Karena pada akhirnya aku hanya mendapatkan satu dua kalimat

Ringkas

Tak mengandung cerita"                                      

Kutipan dari blog seorang sahabat. Mau nambahin isinya, 

"Jikalau kemudian aku mengerti, dan menemukan jawab

Mengapa persahabatan begitu mudah berganti?

Mungkin ianya tak menjadi permusuhan... 

Tapi yang ku tahu, jarak di antara kita menjadi teramat lebar... 

Hingga ada enggan, atau sungkan, untuk kita berkisah, bercanda, dan berjalan bersama kembali"

---

Hhe...maaf, ini iseng tiba-tiba. Tapi, mungkin, ada yang pernah mengalaminya. 

Lalu, aku menjawab pada diriku sendiri, 

Sepertinya perasaan diri berlebih atas sesuatu yang sebenarnya tak ada pada hatinya. 

Ah, terlalu (merasa) pandai menebak, membaca pikiran, dan perasaan. Merasa dirinya sama dengan diri sendiri, pun terkait perilaku dan pola rasa yang ada. Kemudian, kawan lain menasehat, 'carilah seribu alasan untuk mengira saudarimu melakukan hal yang tidak benar!'. Atau peringatan tanya retoris, 'bukankah saat kau menganggap saudarimu merasakan sesuatu buruk ada pada dirimu, sesungguhnya kamu lah yang justru memiliki hati yang tercemar dengan prasangka buruk padanya?

Kemudian, cukuplah mungkin, aku sampaikan doa rabithah untukmu, saudariku...

"Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan jalannya. Terangilah dengan cahayaMu yang tiada pernah padam. Ya Rabbi, bimbinglah kami..."

Sesungguhnya, aku merindu. Dan aku mencintaimu, karena Allah.. Uhibbuki fillah.. Semoga Allah meridhai persahabatan kita...:) dan mengekalkannya dengan iman dan taqwa...^_^ semoga tercapai citamu..

Untuk sahabat perjuangan, yang menemani dalam satu episode hidupku yang bermakna

(bikin tulisan ini di kamar C01, dahlia, Pusdiklat AP, Gadog Bogor)