curhatibu.com

pelajaran sederhana dari sopir angkot

Akhir pekan sebentar lagi. Seperti biasa, selalu kutunggu. Perjalanan ke kampus selalu mewarnai akhir pekanku beberapa minggu terakhir ini. Ada banyak pelajaran, hikmah, yang bisa kuambil. Bahkan sejak pertama kaki ini melangkah meninggalkan kantor di hari terakhir bekerja suatu pekan.

Perjalanan selalu memberikan pelajaran. Kita dapati dari gigihnya sopir angkot mencari penumpang. Meski kadang, harus merasa gerah karena sudah terlalu lama ngetem. Kita dapati dari sabarnya sang sopir menanti jawaban lambaian yang berisyarat, "ya, pak.. Kampung Melayu kan?" dari seorang bakal calon penumpang yang tengah berjalan di ujung lorong.


Kita dapati saat beliau menerima satu per satu lembaran, kemudian dengan sabarnya membayar uang kembalian. Ah, meski terkadang si penumpang masih menawar ongkos angkot itu. Kulihat, si penumpang itu bermain-main dengan BB sepanjang perjalanan.

Atau jika tidak, wajah penuh peluh itu menanyakan kepada seorang penumpang, "Ada uang kecil nggak, Neng?". Gelengan kepala si Eneng yang diajak bicara itu, kemudian diikuti kesimpulan si sopir, "Ya udah, Neng, ini dibawa saja..", sambil menyerahkan kembali uang besar si geulis. Agak ragu. Kupikir, si bapak kemudian menerawang, dan mendoa, "Semoga cukup untuk setoran dan makan hari ini!"

Sesekali, aku naik suatu jurusan angkot pertama kali. "Pak, tau kampung A ga?". Sejenak mengernyitkan dahi, mempertemukan kedua alis yang terlihat basah oleh keringat. "Ah, iya, Neng, naik aja. Nanti lewat koq!". Dan aku naik, "Nanti kasih tau ya, pak..!". Anggukannya kemudian, menandakan, 'Iya, neng'. Dan kemudian, beliau mengantarku. Tidak hanya sampai tempat pinggir jalan. Tapi, diputarnya angkot sehingga aku tidak perlu berjalan panjang mencapai tujuan. He.. Baik ya, bapak angkotnya.

Di lain waktu, aku duduk di belakang supir. Kemudian, sang sopir berhenti di sebuah perempatan, lalu memanggil seorang remaja SMA, "Yo, naik!", teriaknya keluar.

Sang anak naik. Masih pakai seragam putih abu-abu, maka aku tau ia masih SMA. "Kamu yang pintar ya. Jangan seperti orang tuamu! Aku tau bagaimana orang tuamu. Maka, kamu harus bisa memperbaiki kehidupanmu, kehidupan kalian! Belajar yang rajin, ya!". Tak banyak kata diucap. Hanya pandangan nanar, dan sesekali mengangguk pertanda setuju atas nasehatnya.

Tak lama kemudian, si anak turun. Tangan sudah dihulurkan, tapi tidak digubris oleh pak sopir, hanya satu kalimat saja, itupun tak melihat si anak, "Udah bawa saja, buat bekal."

Angkot kembali melaju. Kayaknya, beberapa kali mendapati peristiwa seperti itu. Mungkin, perasaan senasib sepenanggungan membuatnya begitu. "Sudah lah, teman sendiri ini.."

Rabbi, banyaknya pelajaran sederhana. Tentang kesabaran, keikhlasan. Nilai-nilai kebaikan, yang diajarkan oleh siapa saja. Bahkan oleh seorang supir angkot, yang mereka tak banyak bicara. Hanya dari perbuatan. Tapi nyatanya, itu memang lebih membekas. Lebih bermakna. Bagi yang melihat, bagi yang berpikir. Bagi yang mau mendapatinya. Begitu.

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)