curhatibu.com

(aku pun) Takjub..


“Karena terkadang, kita yang menjadikan diri ini sibuk dengan sering menunda… Dan kita sering lelah untuk sekedar menunaikan amalan yaumiyah…”, tulisan seorang sahabat yang kubaca sore ini.

Lagi-lagi, demikian, terbagi dengan semangat di sana. Meski, hanya mendengar kisah dari tulisan kawan di sana. Meski hanya satu dua jam bersua kala berkunjung ke sana. Meski, sesekali beroleh sms pengingat, “Nanti malam mutaba’ah ya..”, dan hanya tertegun karena langkah tetap saja diam di bawah atap rumah kontrakan. Sesekali juga, tersenyum menerima sms, atau pesan di jejaring biru putih itu, “Kapan setoran, mbak?”,. Ya, tersenyum. Senyum getir. Getir, karena janji belum juga terpenuhi.


Janji. Terlalu banyak janji. Pada diri sendiri, tepatnya. Memasang target, kemudian mengkhianati. Mematok cita, lalu mengingkari. “Bulan depan insya Allah selesai, mbak!”, dan kemudian, mendapati diri tak bertambah pun satu ayat.

“Diulang-ulang ya, mbak..”, pesannya.

“Iya, mbak…insya Allah..”, ujarku. Tidak yakin sih. Berimbas, bahwa janji yang menggunakan nama Allah itu teringkari juga. Ayat-ayat itu mudah berlarian, bercampur satu sama lain. Tak diulang, tak diterjemah, tak dipaham, apalagi diamal.

“Menghafal itu seperti kita beternak lho..”, ujar seorang kawan.

“Maksudnya?”, tampangku menyatakan penasaran pada statemen nya.

“Kita mengumpulkan hafalan, ayat demi ayat itu ibarat kita menangkap domba untuk kita ternakkan.”, ia melanjutkan, “tau kan, ada tipe-tipe yang sulit, karena maunya lari-lari, ada yang diam saja sehingga mudah kita tangkap. Begitu pula ayat demi ayat. Ada yang sulit, ada yang mudah dihafal!”

“Lalu?”, aku tertarik
“Lalu… Mengulang itu ibarat kita sedang menggembalakannya di padang rumput. Perlu diawasi. Kadang, ada yang harus dipancang dengan tali karena ia sering lari-lari, dan kabur. Tapi ada juga yang kalem, sehingga dibiarkan juga nanti balik sendiri. Ini ibarat kita mengulang. Ada bagian yang harus telaten diulangin, atau juga bagian yang tidak perlu terlalu sering karena sudah lebih masuk dalam hati.” Ia menghela nafas sejenak.

“Dan kemudian, kita perlu merawat domba-domba itu. Tidak hanya dilepas di padang rumput, tapi bagaimana kita perlu memberinya suplemen, memberinya tempat (kandang) yang bersih, sesekali memandikannya, sehingga kita akan bisa mendapatkan susu segar, daging sehat, atau bulu domba yang bermanfaat untuk kerajinan. Hmm..Apa maksudnya?”, matanya menatap padaku.

Aku tak menjawab, terdiam saja menanti ia menjawab sendiri.

“Bahwa, setelah kita ulang-ulang, maka jagalah rawatlah ia. Dengan senantiasa menjaga perilaku kita, menjaga hati kita, mendekat sama Allah, membersihkan penyakit dalam hati, dan seterusnya, hingga kemudian kita amalkan ayat demi ayat yang kita hafalkan, dan kita akan beroleh manfaat luar biasa darinya. Baik itu berefek pada kehidupan, pada jiwa, dan pastinya ada hadiah terindah yang akan diberikan Allah nantinya!”

“Begitu…”, katanya menutup kisah tersebut.

Lalu?
Aku melanjutkan membaca tulisan sahabat yang kusampaikan di awal.

“Makanya, jangan lupa setoran…! Jangan malah sibuk ngajar (belajar/bekerja)! Belum  lagi dengan mudahnya diganti dengan uang 5 ribu pengganti setoran harian. Memangnya bisa digantikan dengan uang? Bukannya targetmu pekan lalu? Sekarang masih saja berkutat dengan juz itu..”, nasehatnya pada sahabat yang lain.
Sejenak terhenti, memandang diri sendiri, kemudian, aku melanjutkan membaca paragraf berikutnya,

Toleransi’mu’ sangat banyak, dan sangat beragam untuk merasionalisasikan gerak’mu’ yang tidak jua bersegera.
“harusnya bagaimana? Amanah masih cukup banyak, dan amalan yaumiy masih belum seberapa!”, Tanya sahabat yang lain, dengan mushaf yang masih terbuka, dengan mata mengantuk, tapi lisan masih saja ‘sibuk’ menelaah kalamNya.

“Gunakan waktu luangmu! Waktu tunggu kita sangat banyak!”, jawab berdatangan,”apakah memang benar-benar kita sibuk? Karena terkadang diri ini sibuk dengan sering menunda. Dan akhirnya, kita lelah hanya untuk sekedar menunaikan amalan yaumiy.”

“Moga amanah dakwah yang kita tunaikan bisa menenangkan hati saat jasad ini sudah sangat lelah untuk sekedar mencapai target 2 juz tilawah. Ingat kata Ust. Rahmat? Mata yang mengantuk-ngantuk di jalan Allah. Cukup tunjukkan ikhtiar yang penuh kesungguhan!”

Lalu ia mengakhiri tulisannya dengan paragraph ini,

“Sebenarnya lelah membersamai kalian, sahabat-sahabatku, tapi ada kebahagiaan yang tak akan pernah ku dapat di mana pun. Hanya di sini, bersama kalian, dengan satu tujuan yang sama, ‘menjadi ahlullah’. Lelah, ketika baru saja menginjakkan kaki di rumah ini, disambut lantunan kalamNya dan ini mengingatkanku yang belum menunaikan amanah tilawah. Lelah, ketika melihat kalian menyetor hafalan tiap pagi, mengajakku untuk mempersiapkan setoran juga. Lelah, ketika terjaga di malam hari melihat kalian mendirikan shalat malam, memaksaku beranjak dari tidur.  Memang lelah, tapi ini yang kucari. Membersamai jiwa-jiwa yang pernah lelah dan berikhtiar keluar dari kelelahan itu. Semangatmu menuntun semangatku untuk beramal lebih. “

Dan aku ingin menyampaikan tulisannya bagian akhir ini, sebagai makna apa yang kurasa pula,
“Takjub buat kalian. Tiap-tiap dari kalian adalah cermin buatku. Yang memperlihatkan dengan jelas, ‘retak demi retak’ yang masih ada dalam dri. Moga, diri ini tidak hanya sekedar berdiri mematut diri di depan cermin-cermin ajaib ini. Namun ada ikhtiar untuk menyempurnakan amal, tanpa retak!”

Thx to All Penghuni Rumah Cahaya, dan untuk Mas’ulah Rumah Cahaya yang sudah membuat tulisan yang kukutip-kutip di atas. Teruslah kalian berbagi, agar diri yang tak di sana bisa bersama menikmati lelahnya mengikut ikhtiar-ikhtiar kalian..”

16 April 2012, 19.30 wib
-C01, gd.Dahlia, Pusdiklat Anggaran&Perbendaharaan, Gadog-Bogor-


Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)