curhatibu.com

Mengabdi pada Negeri MADANI... Bekerja untuk Indonesia:)

Alhamdulillah, selesai sudah buku pertama. Banyak yang bisa didapat dari buku Menikmati Demokrasi. Sungguh mengajak kita belajar. Banyak. 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bab-bab terakhir dari buku ini lebih banyak mengingatkan kepada kita tentang bagaimana peran kita di ranah publik, dalam hal ini negara. 

Yang harus kita pahami sebelumnya adalah bahwa kita harus selalu waspada terhadap musuh Islam yang begitu getol mempelajari setiap aktivitas kita. Mereka mempelajari bagaimana cara kita berpikir, bagaimana kita mengelola masalah, menyelesaikan permasalahan, apa rencana-rencana ke depan kita, dan seterusnya. 

Ada 3 lembaga yang mereka khususkan mempelajari hal tersebut, yaitu:
1. Perguruan tinggi atau lembaga kajian strategis untuk mempelajari aspek-aspek pemikiran, budaya, dan perilaku sosial politik. 
2. Dinas Intelijen untuk mempelajari aspek-aspek perencanaan, gerakan, manuver dan semacamnya. 
3. Departemen Luar Negeri, yang bertugas membuat kebijakan politik luar negeri. 

Maka adalah penting bagi kita melakukan yang serupa, yaitu dengan mengenali mereka, musuh-musuh itu, dan mengenali diri kita sendiri secara sempurna. Dengan begitu, kita akan mampu mengalahkan peperangan, karena kita tahu strategi yang harus atau tidak harus kita lakukan. 

Yang kedua, kita harus juga waspada dengan taktik musuh yang seringkali membawa kita kepada pemikiran-pemikiran mereka. Kita, jika kehilangan imunitas, akan mudah saja terpengaruh dan goyahlah kita dari prinsip-prinsip yang semestinya kita pegang. 

Maka, ketika datang suatu pemikiran, atau 'perintah' untuk melakukan sesuatu, kita harus mampu membaca pikiran di balik pikiran - mengapa mereka menginginkan kita berpikir seperti itu. Kemampuan itulah yang akan menentukan seberapa jauh orang lain (yang mungkin adalah musuh) mempengaruhi pikiran dan sikap kita. 

Terkait kemampuan musuh dan kemampuan diri, ada satu hal yang harus menjadi perhatian kita karena seringnya terjadi bias di antaranya. Hal itu adalah objektivitas antara optimisme dan pesimisme. Optimisme yang berbaur salah dengan objektivitas akan berakibat tidak adanya tindakan antisipatif atas hal-hal tertentu di luar dugaan, karena melihat musuh yang 'lemah'. Sebaliknya, jika pesimisme berbaur salah dengan objektivitas akan membuat kita kalah sebelum berperang karena melihat kenyataan musuh yang begitu 'hebat'. 

Maka, "Bersikap objektif adalah keharusan. Tapi, mempertahankan optimisme juga harus. Titik yang dapat mempertemukannya hanyalah sikap antisipatif dalam berbagai situasi"

Setelah kita meletakkan dengan benar objektivitas bersama optimisme kita, maka dalam perjalanan panjang ini yang harus dilakukan adalah perbaikan berkesinambungan.

Dalam berjama'ah, sering sekali kita menemui (melakukan) kesalahan. Apa yang harus kita lakukan? Apakah senantiasa kritis menyalahkan diri sendiri?
"Sikap kritis adalah sebuah kemestian yang tidak dapat ditolak. Tapi mengkritisi diri secara berlebihan atau membebani diri sendiri dengan rasa bersalah yang berlebihan, hanya akan berakibat kontraproduktif."

Berarti kita harus memaafkan diri?
"Tapi, memaafkan diri sendiri atau menerima kesalahan yang kita lakukan sendiri secara lapang da da apa adanya, tidaklah sama dengan sikap apologi atau membela diri sendiri dan membenarkan kesalahan yang nyata-nyata kita lakukan. Memaafkan diri sendiri berarti memberi ruang bagi usaha-usaha pertobatan dan perbaikan selanjutnya. Tapi sikap apologi adalah sebentuk upaya menutupi kesalahan yang kita lakukan atau membenarkannya serta mengabaikan kritik dan usaha-usaha perbaikan"

Maka, yang harus dilakukan adalah belajar dan memperbaiki. Jadikan organisasi dakwah sebagai the learning organization. karena hanya budaya perbaikan berkesinambungan yang dapat menjamin bahwa kita bisa sampai ke titik kesempurnaan terakhir yang kita inginkan"

Ingat bahwa, "Dan apa yang istimewa dalam kehidupan mereka bukanlah karena mereka bersih dari kesalahan, melainkan karena mereka mempunyai semangat belajar gigih, semangat perbaikan berkesinambungan yang kuat. Itulah kata kunci yang mengantar mereka mendekati kesempurnaan"

Kita sudah mengenal diri, mengenal musuh, bersikap kritis, dan melakukan perbaikan berkesinambungan. Apa selanjutnya? 

Menuju kepada kepercayaan publik kepada kita untuk memegang negara ini, maka kita harus mendapatkan citra yang bagus dari rakyat. Untuk mendapat citra ini, kita harus mampu memperlihatkan performance yang bagus. Nah, untuk mampu melakukan aksi tersebut, kita harus menguatkan kapasitas internal kita. 

Kapasitas Internal ini menjadi hal yang pertama kita lakukan untuk mendapat citra terbaik. Kapasitas yang diperlukan adalah menyeluruh, baik berupa moral, ekonomi, politik, budaya, kapasitas leadership, dsb. Yang pasti, kita harus punya kapasitas eksekusi. Bukan sekedar visi misi dan idealisme yang kita sampaikan kepada publik. Yang dilihat publik bukanlah idealnya visi, melainkan sempurnanya tindak nyata. Maka kita harus mampu menjadi eksekutor, di segala bidang. Pembahasan inilah yang lebih penting (untuk saat ini) dibandingkan terus menerus membahas wacana model negara Islam. 

Bersamaan dengan berjalannya proses perbaikan kapasitas internal secara terus menerus, kita perlu melakukan hal lain guna memasuki wilayah kenegaraan. Sekali lagi, untuk kita mampu bergabung dengan situasi politik yang ada. Hal yang harus dilakukan adalah:
1. Memperluas wawasan makro kita tentang persoalan inti kenegaraan - misal pengetahuan teoritis ekonomi, budaya, politik, keamanan, dan bisnis. 
2. Meningkatkan frekuensi keterlibatan dalam dunia ekonomi-bisnis dan politik-keamanan, dengan begitu kita bisa menunjukkan bahwa kita adalah pekerja yang handal.
3. Meningkatkan kemampuan kita mempengaruhi orang lain, karena dengan begitu kita akan mampu membangun akses kepada para pengambil keputusan.
4. Memperbanyak figur publik dalam berbagai bidang. Agar tak lagi dalam benak mereka bahwa Islam hanya berada di masjid dan tidak akan mampu memegang tanggung-jawab kenegaraan

Ada perkataan menarik tentang politik tersebut, 
"Dengan cara itu kita mengembangkan citra kita dari sekedar orang baik-baik, menjadi orang-orang yang kuat. Sebab, dunia politik adalah dunia orang kuat. Tapi, Islamlah yang membuat dunia politik menjadi dunia orang baik yang kuat, atau dunia orang kuat yang baik"

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alhamdulillah...selesai sudah meresume isi buku ini. Mungkin tidak sempurna. Pertama, niat yang ada adalah mengikat ilmu. Ya, karena saya tahu, dan saya sadar bahwa jika selama ini HANYA membaca, maka beberapa jam kemudian saya tidak akan lagi ingat isi buku tersebut. Maka, benarlah bahwa menulis adalah mengikat ilmu. 

Kedua, inginnya saya berbagi pada teman2, yang mungkin membutuhkan materi seperti ini. Karena jujur, saya sangat membutuhkan materi seperti ini ketika berada di kampus. Dan sayangnya, saya belum bergerak untuk mengupayakannya. Maka, semoga bermanfaat. 

Ketiga, ustadz Anis Matta keren ya! Jadi ingat, ada yang pernah bercerita (semoga tidak salah) bahwa dalam sehari beliau bisa menyelesaikan 3 buku. Maka tidak heran bahwa karya-karya nya luar biasa memberikan pemikiran-pemikiran yang dalam bagi dunia dakwah (atau yang terkait sesuai bukunya). Dan berapa banyak jariyah yang dikumpulkan jikalau karya demi karyanya bermanfaat bagi kepentingan dakwah ini. Luar biasa! Semoga ini menjadi satu demi satu langkah kecil yang saya nikmati, untuk kemudian suatu saat nanti saya pun mampu bisa menyumbang saran pemikiran demi kemajuan dakwah ini. Karena (semoga) itu menjadi tabungan jariyah amal di hari akhir nanti...

Rumah Sahabat Qur'an - Lailatul Fajriyah
6 Februari 2012, 13 rabi'ul awal (tepat sebulan perpisahan itu) pkl. 09:30
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)