curhatibu.com

Hadits Arba'in 11 - Meninggalkan yang Meragukan



Dari Abu Muhammad, Al Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, cucu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kesayangan beliau radhiallahu 'anhuma telah berkata : “Aku telah menghafal (sabda) dari Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu “.
(HR. Tirmidzi dan berkata Tirmidzi : Ini adalah Hadits Hasan Shahih)
[Tirmidzi no. 2520, dan An-Nasa-i no. 5711]
Kalimat “yang meragukan kamu” maksudnya tinggalkanlah sesuatu yang menjadikan kamu ragu-ragu dan bergantilah kepada hal yang tidak meragukan. Hadits ini kembali kepada pengertian Hadits keenam, yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya banyak perkara syubhat”.

Pada hadits lain disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Seseorang tidak akan mencapai derajat taqwa sebelum ia meninggalkan hal-hal yang tidak berguna karena khawatir berbuat sia-sia”.

Tingkatan sifat semacam ini lebih tinggi dari sifat meninggalkan yang meragukan.

KENALAN DULU

ABU MUHAMMAD, AL HASAN BIN ‘ALI BIN ABU THALIB, AL QURAISY, AL HASIMI

Beliau adalah pembukanya pemuda yang masuk surga. Beliau kecintaan Nabi, dan wajahnya mirip Nabi. Lahir tahun ke-3 H (bulan Ramadhan).

Tentang Al Hasan, ada sebuah hadits, “Sesungguhnya, cucuku ini adalah sebagai pemimpin dan akan memperbaiki dengan izin Allah antara 2 kelompok besar dari kaum muslimin”. Dan terbukti saat terjadinya peselisihan dan perbedaan pendapat antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyyah bin Abi Sofyan. Maka saat Ali wafat, kekhalifahan turun ke Al Hasan, dan Al Hasan menyerahkan kekhalifaan tahun 41 H pada Muawiyyah. Tahun ini disebut tahun bersatunya jama’ah dalam satu khalifah.

Terkait Al Hasan, ia anak Fathimah. Setelah Al Hasan lahir, tahun ke-4 lahir adiknya, Al Husein, yang keduanya disebut Rasul sebagai pemimpin para pemuda ahli surga.  Al Hasan wafat tahun 49/50 H (diracun), Al Husein tahun 61 H (dibunuh oleh panglima Ubaidillah bin Ziyyad).

KEDUDUKAN HADITS

Hadits ini merupakan ‘kaidah dari kaidah2 agama Islam’ yang dengan hadits ini, kita bisa mengambil bahwa “KEYAKINAN TIDAK DAPAT DIHILANGKAN OLEH KERAGUAN”. Kalau sudah yakin, tidak akan mudah dihilangkan dengan keragu-raguan.

Hadits ini adalah hadits yang agung dari kaidah agama, dan dasar dari sikap wara’. Hadits ini merupakan rotasi orang yang bertaqwa (diambil manfaatnya). Hadits ini bisa menyelamatkan manusia dari kegelapan, keraguan, dan kebimbangan, yang kesemuanya dapat menolak cahaya keyakinan. Dengan hadits ini SEORANG MAMPU MENGAMBIL SIKAP DALAM HIDUPNYA.

TENTANG ISI HADITS

Hadits ini merupakan perintah untuk meninggalkan hal yang meragukan dan mengambil hal yang jelas yakin. Di mana, seorang muslim bisa menjaga kehormatan diri dan agamanya karena mampu meninggalkan yang ragu, atau syubhat. Jika seorang menjaga diri dari yang haram, dari yang meragukan, dan dari perkara syubhat, maka ia akan selamat dari keguncangan hati, yang akan melahirkan sikap Al Wara’.

~Al Wara’ – mencegah diri dari yang haram / mencegah dari perkara syubhat – pintu syetan menjerumuskan manusia!~ Sesungguhnya, yang haram itu jelas, yang halal jelas. Yang ada di antaranya adalah perkara syubhat. Banyak yang tidak mengetahuinya. Maka barang siapa yang menjauhi perkara syubhat, ia selamat.

Kebimbangan ini dapat terobati jika mempelajari ISLAM, baik terkait tauhid, sunnah Nabi, dan seterusnya.

CONTOH BAGAIMANA SAHABAT MEMPRAKTEKKAN HADITS INI!

Aisyah berkisah tentang ayahnya, “Abu bakar memiliki seorang budak belia yang biasa membawakan makanan kepada Abu Bakar As Shiddiq. Dan biasa pula Abu Bakar makan dari apa yang dibawa budak tersebut. Maka bertanya Abu Bakar, “Apa yang saya makan ini?”, Si Budak berkisah, “Dahulu masa jahiliyah, saya berprofesi sebagai dukun, tapi aku tak pandai dalam pedukunan, melainkan aku menipu manusia dengan pekerjaanku ini. Maka orang yang datang kepadaku memberi sesuatu kepadaku, dan inilah hasilnya yang kau makan ini (dari hasil perdukunanku)”. Apa yang diberikan budak berasal dari hasil praktek perdukunan. Apa yang dilakukan Abu Bakar kemudian? Beliau memasukkan jarinya ke dalam mulutnya, dan muntahlah ia, memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya. Betapa wara’nya beliau…

Umar bin Khattab memberikan insentif/hadiah kepada para muhajirin yang hijrah di awal, dengan 4000 dirham (dinar), dan beliau memberikan 3500 dirham kepada anaknya sendiri. Ada seseorang yang berkata kepada Umar, “Anakmu itu termasuk dari kalangan muhajirin, kenapa engkau kurangi jatahnya?”. Kata Umar, “Hanya saja anakku ini, ia hijrah bersamaku, waktu masih kecil. Dia digendong bapaknya, dan Abdullah tidak berjalan sendiri. Maka ada perbedaan antara orang yang berhijrah langsung dengan kedua kakinya, dengan orang yang digendong”. Ini contoh Umar yang wara’.

Yaziid bin Zuraid mendapat harta waris yang banyak 500.000 dinar dari peninggalan bapaknya, namun yaziid tidak mau mengambil harta waris itu. Mengapa? Karena bapaknya dekat dengan penguasa, maka ia khawatir apa yang didapat Bapaknya itu tidak dari yang seharusnya. Maka, Yaziid meninggalkan harta waris itu.

CONTOH TERKAIT HADITS NABI DI ATAS - Suatu keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan-

Saat sudah berwudhu, kemudian kita ragu apakah sudah buang angina tau belum? Maka tinggalkan keraguan tentang sudah atau belum buang angin, dan tetaplah dalam keyakinan bahwa kita sudah wudhu.
Saat shalat , lalu timbul gejolak, dan kita ragu apakah ia keluar air seni apakah tidak, maka hendaklah ia memercikkan air pada celananya, sehingga keyakinannya adalah yang basah itu air bersih, bukan air seni.

Pertanyaan :
Ada yang menyanyi, “Ku mencintaimu lebih dari apapun!”, boleh?

Jawab :
Ada 3 macam Kecintaan :
  1. Kecintaan dalam hal mahabbah – hanya untuk Allah dan RasulNya. Cinta yang seperti ini tidak boleh diberikan kepada yang lain, misal jimat, dukun, paranormal, harta berlebihan yang melalaikan ibadah, anak dan istri sehingga melupakan ibadah à menuju kepada kesyirikan.
  2. Kecintaan yang mengandung kesyirikan – contoh cinta pada kubur2 tertentu yang dia meminta sesuatu pada kubur itu, atau jimat (meggangtungkan hidup padanya), pada bangsa jin (nyi roro kidul, dsb) à jelas mengandung kesyirikan.
  3. Kecintaan yang bersifat tabi’at – kecintaan orang tua pada anak, istri kepada suami, seseorang pada kesenangan (makanan, minuman) à ini pun tidak boleh disikapi dengan ghuluw (berlebihan) yang bisa menjurus kepada perbuatan syirik.

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)